FILSAFAT KONTEMPORER
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Mata Kuliah: Filsafat Umum
Dosen pengampu: Dr. Anda Juanda, M.Pd.
Disusun oleh:
Kelompok 9
Hanifah
Eka S
Melia
Rahmah H
Nurul
Syiam
Uswatun
Sholiah
TIPA-Biologi C / Semester VI
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK
INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI
CIREBON
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perubahan pola hidup manusia dari
waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan
perkembangan ilmu. Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia tidak bisa
dilepaskan dari peran ilmu. Periodesasi sejarah perkembangan ilmu sejak dari
zaman klasik, zaman pertengahan, zaman modern dan zaman kontemporer.
Filsafat
barat kontemporer ini muncul pada abad XX sebagai kritik dari filsafat modern,
hal ini dapat terungkap dalam istilah
dekonstruksi, yang didekonstruksi oleh filsafat kontemporer ini adalah
rasionalisme yang digunakan untuk membangun seluruh isi kebudayaan dunia barat.
Obyek besar pokok kajian filsafat dalam abad kontemporer adalah ilmu
(logosentris). Filsafat ilmu adalah salah satu bidang kajian filsafat yang
banyak diminati pada abad kontemporer hingga sampai saat ini. Filsafat ilmu
dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan
filosofis ilmu pengetahuan.
Filsafat
kontemporer termasuk membaca ulang, reinterpretasi,
transformasi dan rekreasi yang merupakan kita sebagai manusia dari zaman awal
sampai sejarah kita saat ini. Silsilah kita sekarang memungkinkan kita untuk
maju, sehingga dalam mencari tambahan dan cara berpikir yang baru. Perlu
diingat Filsafat Barat Kontemporer sangat Heterogen, karena profesionalisme
yang semakin besar akibatnya muncul banyak filsuf yang ahli dibidang
Matematika, Fisika, Psikologi, Sosiologi ataupun Ekonomi. Sehingga banyak
pemikiran lama dihidupkan kembali seperti neothomisme, neokantianisme,
neopositivisme dan sebagainya.
Dunia
kontemporer menunjukkan organisasi logis yang semakin kompleks untuk memahami
dan paradoks efek pada individu, seperti rasanya semakin tunduk pada logika,
tetapi juga bebas untuk menafsirkan, mengekspresikan dan membangun
individualitas mereka sendiri, daripada di masa lalu. Masalah-masalah yang
dihadapi warga baik lokal maupun global adalah formulasi teoretis dalam
sejumlah inti filsafat yang menimbulkan masalah baru yang jelas dan mendalam.
Dan keterbatasan ini bukanlah refleksi dari realitas, tetapi pada dasarnya
adalah sebuah dialog antara masa lalu dan sekarang dalam upaya untuk garis
besar di masa depan.
Dalam makalah ini penulis akan kemukakan sejarah munculnya
filsafat kontemporer,
serta aliran-aliran yang muncul pada abad
ini yakni Pragmatisme, Eksistensialisme dan Fenomenologi. Dimana masing-masing
aliran tersebut akan dijelaskan bagaimana riwayat hidup filosof, lalu ajaran
dan karya kefilsafatannya, serta sumbangan aliran filsafat tersebut terhadap
ilmu pengetahuan masa kini.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut
:
1.
Bagaimana sejarah munculnya filsafat Kontemporer ?
2.
Apa
yang dimaksud dengan Pragmatisme, Eksistensialisme, dan Fenomenologi ?
3.
Bagaimana
riwayat hidup filosof dari masing-masing aliran Pragmatisme,
Eksistensialisme dan
Fenomenologi
?
4.
Jelaskan seperti apa ajaran dan karya kefilsafatan dari masing-masing aliran Pragmatisme,
Eksistensialisme,
dan Fenomenologi
?
5.
Bagaimana sumbangan filsafat dari masing-masing aliran Pragmatisme,
Eksistensialisme dan
Fenomenologi
terhadap ilmu pengetahuan masa kini ?
C. Tujuan
Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1.
Mengetahui sejarah munculnya filsafat Kontemporer.
2.
Mengetahui
pengertian Pragmatisme, Eksistensialisme dan Fenomenologi.
3.
Mengetahui
riwayat hidup filosof dari masing-masing aliran Pragmatisme,
Eksistensialisme dan
Fenomenologi.
4.
Mengetahui ajaran dan karya kefilsafatan dari masing-masing aliran Pragmatisme,
Eksistensialisme dan
Fenomenologi.
5.
Mengetahui sumbangan filsafat dari masing-masing aliran Pragmatisme,
Eksistensialisme dan
Fenomenologi
terhadap ilmu pengetahuan masa kini.
BAB II
FILSAFAT KONTEMPORER
Menurut
Tafsir (2000: 9-10) secara etimologi filsafat merupakan kata serapan dari
Yunani, Philoshopia, yang berarti ‘Philo’ adalah cinta, sedangkan ‘shopia’ berarti kebijaksanaan atau hikmah. Sehingga, dapat
dikatakan bahwa cinta pada kebijaksanaan ilmu pengetahuan merupakan filsafat. Philo dalam arti luas yakni ingin dan berusaha mencapai apa yang
diinginkannya, sedangakan Sophia berarti pengertian yang mendalam. Sehingga
filsafat dapat diartikan sebagai keinginan yang mendalam untuk mendapatkan
kebijakan atau keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak. Namun, ketika kita tilik dari segi praktisnya, berarti
alam pikiran atau alam berfikir, berfilsafat artinya berfikir secara mendalam
dan sungguh-sungguh.
Sedangkan kata “kontemporer” sendiri mempunyai korelasi sangat
erat dengan “modern”. Dua kata yang tidak mempunyai penggalan masa secara
pasti. “komtemporer” adalah semasa, pada masa yang sama dan kekinian.
Semenatara “modern” adalah kini yang sudah lewat, tapi bersifat relevansif
hingga sekarang. Karena tidak ada kepermanenan dalam era kontemperer, modern
yang telah lewat dari kekinian tidak bisa disebut kontemporer.
Filsafat kontemporer menurut Salam (2008: 202) dapat diartikan dengan cara seperti itu,
yaitu cara pandang dan berpikir mendalam menyangkut kehidupan pada masa saat
ini. Filsafat
kontemporer yang di awali pada awal abad ke-20, ditandai oleh variasi pemikiran
filsafat yang sangat beragam dan kaya. Mulai dari analisis bahasa, kebudayaan
(antara lain, Posmodernisme), kritik social, metodologi (fenomenologi,
heremeutika, strukturalisme), filsafat hidup (Eksistensialisme), filsafat ilmu,
sampai filsafat tentang perempuan (Feminisme). Oleh sebab itu salah satu ciri yang terdapat dalam filsafat ini
mengagungkan nilai-nilai relatifitas dan mini narasi, dan lebih cenderung
beragam dalam pemikiran.
Ciri
filsafat kontemporer adalah sebagai reaksi dari berkembangnya filsafat modern
yang semakin melenceng, pemikiran kontemporer ini berusaha mengkritik
logosentrisme filsafat modern yang berusaha menjadikan rasio sebagai instrument
utama. Oleh karenanya filsafat kontemporer merupakan ekstensifikasi dari
pemikiran manusia dari hal-hal yang umum menjadi yang sangat khusus dan terkait
dengan hal khusus lainnya.
Zaman kontempore ini ditandai
dengan penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi
termasuk salah satu yang mengalami kemajuan sangat pesat. Mulai dari penemuan
computer, berbagai satelit komunikasi, internet dan sebagainya. Bidang ilmu
lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi ilmu yang
semakin tajam. Ilmuan kontemporer mengetahui hal yang sedikit, dan subspesialis
atau super-spesialis, demikian pula bidang ilmu lain. Selain itu kecenderungan
yang lain adalah sintesis antara bidang ilmu yang satu dengan yang lainnya,
sehingga dihasilkannya ilmu yang baru seperti bioteknologi, (Surajiyo,
2013:89).
A. Pragmatis
1. Hakekat Pragmatis
Menurut
Surajiyo (2012: 162) Pragmatisme
berasal dari kata “pragma” yang
merupakan bahasa Yunani yang berarti
tindakan atau perbuatan. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang lahir di
Amerika Serikat sekitar tahun 1900, yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran
sesuatu dilihat dari apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Pragmatisme adalah suatu aliran
yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya benar
dengan berpengang pada logika pengamatan. Aliran ini
bersedia menerima segala sesuatu, asalkan membawa akibat yang praktis dan
kebenaran tersebut bermanfaat, (Hadiwijono, 1990:130).
Sedangkan
menurut Sumarna
(2004: 85) teori pragmatisme
dapat disebut sebagai teori kebenaran yang paling baru. Teori ini merupakan
sumbangan paling nyata dari para filosof berkebangsaan Amerika terhadap
komunitas filsafat dunia. Teori ini muncul dengan background telah
berkembangnya kemajuan- kemajuan ilmu pengetahuan pada abad ke 19 terutama
setelah teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Menurut kelompok
ini, suatu pernyataan dianggap benar jika melalui pengukuran ada atau tidak adanya
kebenaran itu
terhadap kehidupan praktis. Artinya suatu pernyataan menjadi benar apabila
mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.
Berdasarkan beberapa pendapat
tersebut sehingga dapat diketahui bahwa pragmatisme berpandangan bahwa suatu kebenaran
adalah jika segala sesuatu memiliki fungsi dan manfaat bagi kehidupan.
Contohnya menjadi seorang pendidik adalah kebenaran, jika memperoleh kenikmatan
intelektual, mendapatkan gaji atau pun yang memiliki nilai kuantitatif atau
kualitatif. Sebaliknya jika memberikan kemudharatan, maka tindakan tersebut
bukan susatu kebenaran.
2.
Tokoh-Tokoh Filsafat Pragmatis
Tokoh-tokoh
yang cukup aktif dalam pengembangan pragmatisme adalah: Charles Sanders Peirce,
William James dan John Dewey. Pragmatisme mula-mula dikenalkan oleh Charles
Sanders Peirce (1839-1914). Filosof Amerika yang pertama kali menggunakan
pragmatisme sebagai metode filsafat, tetapi pengertian pragmatisme telah
terdapat juga pada Socrates, Aristoteles, Barkeley, dan Human.
a.
Charles
Sanders Peirce (1839-1914)
1) Riwayat
Hidup Charles
Sanders Peirce
Peirce
adalah seorang matematikus, fisikawan, filosof pendiri pragmatism. Dilahirkan
di Cmbrigde, Massachausetts pada tahun 1839. Peirce mendalami filsafat dan
logika hingga masa kerja pada instansi survei panata dan geodesi. Sebagai
filosof yang sistematik, tulisan-tulisan Peirce mencakup hampir segala aspek
filsafat.
Benjamin
Peirce, ayah Charles Sanders Peirce adalah professor matematika di Universitas
Harvard dan salah seorang pendiri “U.S. Coast and Geodetic Survey”. Peran
Benjamin sangat besar dalam membangun Departemen Matematika di Harvard. Dari
ayahnya, Charles Sanders Peirce memperoleh pendidikan awal yang mendorong dan
menstimulus kiprah intelektualnya. Benjamin mengajar dengan melalui pendekatan
kasus/problem yang meminta jawaban dari sang anak.Hal
ini membekas dalam pemikiran filosofis dan masalah ilmu yang dihadapi Peirce di
kemudian hari. (Anonim. 2008)
Sumbangannya yang terbesar Charles
adalah dalam bidang logika, tetapi ia juga secara luas menulis tentang
epistimologi, metode ilmiah, semiotics, metafisika, kosmologi, ontology, matematika
dan sedikit tentang etika, agama, sejarah, dan fenomenologi. Berbagai buah
pemikiran filsafatnya di dalam beberapa sistem yang merupakan
fase-fase perkembangan kematangannnya dalam olah intelektual. Akan tetapi,
semua itu menyatu dan menjadi konsep yang utuh. (Anonim. 2010).
2) Ajaran
dan Karya Kefilsafatan Charles Sanders Pierce
Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis
(dugaan sementara/ pegangan dasar) itu benar bila bisa diterapkan dan
dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan Edwards di dalam sebuah buku yang
berjudul Background of American literary thought (1974) menjelaskan bahwa
peirce memformulasikan (merumuskan) tiga prinsip-prinsip lain yang menjadi
dasar bagi pragmatisme sebagai berikut:
1)
Bahwa
kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian opini
manusia.
2)
Bahwa apa
yang kita namakan “universal “ adalah yang pada akhirnya setuju dan mnerima
keyakinan dari “community of knowers “.
3)
Bahwa
filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan bahwa
problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan
matematika merupakan hal yang nyata bagi masyarakat (komunitas).
Karya-Karya
Charles Sanders Pierce diantaranya :
1) Collected
Papers of Charles Sanders Peirce, 8vols. Edited by Charles Hartshorne,
Paul Weiss, and Arthur Burks (Harvard
University Press, Cambridge, Massachusetts, 1931-1958).2)
2) The
Essential Peirce, 2 vols. Edited by Nathan Houser, Christian Kloesel, and
the Peirce Edition Project (Indiana
University Press, Bloomington, Indiana, 1992,1998).
Pierce
banyak memberikan sumbangan pemikiran yang penting bagi filsafat pragmatisme.
Diantara sumbangan terpenting pemikiran kefilsafatan pragmatisme pierce adalah theory of meaning sebagai salah
satu aspek epistimologi, khususnya implikasinya dalam bahasa. Pragmatism
berusaha menemukan asal mula serta hakikat terdalam segala sesuatu merupakan
kegiatan yang sangat menarik, meskipun kegiatantersebut luar biasa sulitnya. Penganut
pragmatism menaruh perhatian pada praktik. Mereka memandang hidup manusia
sebagai suatu perjuangan untuk hidup yang berlangsung terus-menerus dan yang
terpenting ialah konsekuensi yang bersifat praktis. Konsekuensi tersebut
eratsekali hubungannya dengan makna dan kebenaran, (Anonim, 2010).
b.
William James (1842-1910 M)
1)
Riwayat Hidup William James
W James lahir di New York tahun 1842 dan wafat tahun 1910. Anak Henry James,
Sr. Ayahnya adalah seorang yang terkenal, yang berkebudayaan tinggi, pemikir
yang kreatif. Henry James, Sr. merupakan kepala rumah tangga yang memang
menekankan kemajuan intelektual. Selain kaya, Keluarganya juga menerapkan humanisme
dalam mengembangkan. Ayah james mengembangkannya dengan mempelajari manusia dan
agama. Pokoknya, kehidupan james penuh dengan masa belajar yang diberengi
dengan usaha kreatif untuk menjawab berbgai masalah yang berkenaan dengan kehidupan.
Pendidikan formalnya yang mula-mula tidak teratur. Dia mendapat tutor
berkebangsaan Inggris, Prancis, Swiss, Jerman, dan Amerika. Akhirnya Dia
memasuki Harvard Medical School pada
tahun 1864 dia memperoleh Ph.D-nya pada
tahun 1869. Akan tetapi, dia kurang tertarik pada praktik pengobatan.
Kemudian Beliau mengikuti studi di
akademi seni dan kemudian pindah ke Falkutas Kedokteran di Harvard University.
Usai kuliah James menjadi dosen kedokteran, psikologi dan filsafat. Selain
dosen di Amerika James juga dosen di Inggris, (Fuadihsan, 2010: 172).
2)
Ajaran dan Karya
Kefilsafatan William James (1842-1910 M)
William James (1842-1910) adalah
tokoh yang paling bertanggung jawab yang membuat pragmatism menjadi terkenal
diseluruh dunia. William James mengatakan bahwa secara ringkas pragmatism
adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui. Pemikiran filsafatnya lahir
karena dalam sepanjang hidupnya ia mengalamikonflik antara pandangan agam. Ia
beranggapan bahwa masalah kebenaran tentangasal tujuan dan hakikat bagi orang
Amerika adalah teoritis. James menginginkan hasilyang kongkret. (Muzairi,
2009:190)
Karya-karyanya antara lain, Tha Principles of Psychology (1890), Thee Will to Believe (1897), The Varietes of Religious Experience
(1902) dan Pragmatism (1907).
Di dalam bukunya The Meaning of Truth yang berarti arti Kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang
berlaku umum, bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala
akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita
anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam
prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman
berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus
yang setiap kali dapat diubah oleh poengalaman berikutnya. Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada
kerjanya artinya tergantung keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh
pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya,
jika memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup.
Gerakan pragmatism meluncur seolah-olah akan menguasi filsafat
abad ke-20. Pragmatism lebih banyak disangkutkan dengan James daripada dengan
Peirce. James memang berbeda dengan Peirce. Peirce tidak bersedia menggunakan
pragmatism dan filsafat ilmiahnya pada masalah penting yang vital seperti
maslah agama, moral, atau kehidupan personal. Akan tetapi, justru disinilah
filsafat pragmatism James memfokuskan diri. Bagi James
kepercayaan bukanlah sekadar aturan-aturan bertindak atau idea yang
dengannya kita siap untuk bertindak. Kepercayaan adalah sesuatu yang
berguna di dalam membuat sesuatuterjadi, dalam membuat sesuatu pasti benar.
(Tafsir, 2000:194)
c. John Dewey (1859-1952 M)
1)
Riwayat Hidup John Dewey
John Dewey adalah seorang filsuf
dari Amerika, pendidik dan pengkritik sosial yang lahir di Burlington,
Vermont dalam tahun 1859. Ia masuk ke Universitas Vermont dalam tahun 1875 dan
mendapatkan gelar B.A. Ia kemudian melanjutkan kuliahnya di Universitas JonsHopkins,
di mana dalam tahun 1884 ia meraih gelar doktornya dalam bidang filsafat di
universitas tersebut. Di universitas terakhir ini, Dewey pernah mengikuti
kuliah logika dari Pierce, orang yangmenggagas munculnya pragmatisme. Ia
kemudian mendirikan Laboratory School yang dikenal dengan nama The Dewey
School. Sekalipun
Dewey bekerja terlepas dari wiliam james, namun menghasilkan pemikiran yang
menampakkan persamaan dengan gagasan james. Dewey adalah seorang yang
prakmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia
serta linkungannya atau mengatur
kehidupan manusia serta aktifitasnya
untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.
Sebagai pengikut filsafat pragmatism, John Dewey
menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi
perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran- pemikiran
metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh karena itu, filsafat
harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis, (Waris, 2009:57).
2)
Ajaran dan Karya
Kefilsafatan John Dewey (1859-1952 M)
Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan James.
Dewey adalah seorang yang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk
memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan
manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi. Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat
adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut
dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Menurutnya tak ada sesuatu yang
tetap. Manusia senantiasa bergerak dan berubah, jika mengalami kesulitan,
segera berfikir untuk mengatasi kesulitan itu. Olehkarena itu, berfikir
merupakan alat (instrumen) untuk bertindak. Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme.
Pengalaman adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena
itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara
aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai. Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis
dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan
dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana
pikiran-pikiran itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu
berfungsi dala penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi
di masa depan. (Hadiwidjono, 1990:321)
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya.
Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek
dari yang kita namakan instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang
berarti bahwa ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme,
mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga,
milionarisme, berarti bahwa dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita.
Pandangan ini dianut oleh William James. Karya-karya Dewey banyak
mempengaruhi corak berpikir Amerika. Pengaruhini juga banyak berasal dari
buku-buku atau karya-karya yang dihasilkannya. Bukunya yang pertama yakni Psychology yang diterbitkan dalam tahun 1891.
Dalam tahun1891, bukunya Outlines of
a Critica Theory of Etics diterbitkan.
Tiga tahun kemudian,1894, terbit lagi The Study Of Etics: A Syllabus, Logical Conditions of a Scientific Treatment
of Morality (1903), dll.
3. Sumbangan Filfafat Pragmatisme terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini
Diakui atau tidak, paham pragmatisme menjadi sangat berpengaruh dalam
pola pikir bangsa Amerika Serikat. Pengaruh pragmatisme menjalar di segala
aspek kehidupan, tidak terkecuali di dunia pendidikan. Salah satu tokoh
sentral yang sangat berjasa dalam pengembangan pragmatisme pendidikan
adalah John Dewey (1859-1952). Pragmatisme Dewey merupakan sintensis
pemikiran-pemikiran Charles S.Pierce dan William James. Dewey mencapai
popularitasnya di bidang logika, etika epistemologi, filsafat, politik, dan
pendidikan. Tulisan ini sendiri selanjutnya akan mendeskripsikan pemikiran John
Dewey tentang pragmatisme pendidikan misalnya,menitik beratkan pada penguasaan
proses berpikir kritis daripada metode hafalan materi pelajaran. Liberalisme Dewey telah
mempengaruhi bidang-bidang seperti religius, politik dan estetika. Hal ini juga
bergesar pada ilmu pengetahuan sekaligus mewakilki potensi-potensi yang ada
pada budaya Amerika. Dewey menganggap pentingnya pendidikan dalam rangka
mengubah dan membaharui suatu masyarakat. Ia begitu percaya bahwa pendidikan
dapat berfungsi sebagai sarana untuk peningkatan keberanian dan disposisi
inteligensi yang terkonstitusi.
Filsafat tidak dapat dipisahkan dari pendidikan,
karena filsafat pendidikan merupakan rumusan secara jelas dan tegas membahas
problema kehidupan mental dan moral dalam kaitannya dengan menghadapi tantangan
dan kesulitan yang timbuldalam realitas sosial dewasa ini. Problema tersebut
jelas memerlukan pemecahan sebagai solusinya. Pikiran dapat dipandang sebagai
instrumen yang dapatmenyelesaikan problema dan kesulitan tersebut. (Anonim.
2012)
Teori James akan insting
sangatlah bersifat individualis dan sangatlah kolot pada pelaksanaannya.
Singkatnya, James menegaskan, dasar dari semua pendidikan adalah mengumpulkan
semua insting asli yang dikenal oleh anak-anak, dan tujuan pendidikan adalah
organisasi pengenalan kebiasaan sebagai bagian dari diri untuk menjadikan
pribadi yang lebih baik. Sumbangan James yang paling berpengaruh terhadap
metode pendidikan adalah hubungannya dengan susunan kebiasaan. James mengtakan: “Hal yang paling utama,
disemua tingkat pendidikan, adalah untuk membuat ketakutan kita menjadi sekutu
bukan menjadi lawan. Untuk menemukan dan mengenali kebutuhan kita dan memenuhi
kebutuhan dalam hidup. Untuk itu kita harus terbiasa, secepat mungkin, semampu
kita, dan menjaga diri dari jalan yang memberi kerugian kepada kita, seperti
kita menjaga diri dari penyakit. Semakin banyak dari hal itu didalam kehidupan
sehari-hari yang dapat kita lakukan dengan terbiasa, semakin banyak kemampuan
pemikiran kita yang dapat digunakan untuk hal yang penting lainnya.”
Sumbangan
dari pragmatisme yang lain adalah dalam praktik demokrasi. Dalamkondisi ini
pragmatisme memfokuskan pada kekuatan individu untuk meraih solusikreatif
terhadap masalah yang dihadapi. Pandangan dan gagasan filsafat
ilmu berkembang dalam dialektika yang sangat dinamis. Hal ini karena
berbagai pemikiran baru muncul menggantikan konsep-konsep dan pikiran
lama. (Anonim. 2010)
B.
Eksistensialisme
1.
Hakekat
Eksistensialisme
Eksistensi berasal dari kata eks yang berarti
keluar dan sistensi, yang diturunkan dari kata kerja sisto yang
berarti berdiri atau menempatkan. Oleh karena itu eksistensi berarti manusia
berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya. Manusia sadar bahwa
dirinya ada, (Hadiwijono, 1990: 148).
Menurut Surajiyo (2012:161) Eksistensialisme adalah filsafat yang memandang
segala gejala dengan berpangkal kepada eksistensi. Umumnya kata eksistensi
berarti keberadaan, tetapi di dalam filsafat eksistensialisme ungkapan eksistensi mempunyai arti
yang khusus yakni cara manusia berada di dalam dunia.
Eksistensialisme
merupakan istilah pertama yang dirumuskan oleh ahli filsafat Jerman yaitu
Martin Heidegger (1889-1976). Setelah selesai Perang Dunia Kedua,
penulis-penulis Amerika (terutama wartawan) berbondong-bondong pergi menemui
filosof eksistensialisme, misalnya mengunjungi filosof Jerman Martin Heidegger
(1839) digubuknya yang terpencil di Pegunungan Alpe. Tatkala seorang filosof
eksistensialisme, Jean Paul Sartre (lahir 1905), mengadakan perjalanan keliling
Amerika, dia disebut oleh surat-surat kabar Amerika sebagai the King of
Existentialism, (Tafsir, 2000: 217-218).
Menurut Rapar (1996: 116) Eksistensialisme adalah
suatu filsafat yang menolak pemutlakan akal budi dan menolak
pemikiran-pemikiran abstrak murni. Eksistensialisme berupaya untuk memahami
manusia yang berada di dalam dunia atau disebut juga suatu filsafat keberadaan,
suatu filsafat pembenaran dan penerimaan dan suatu penolakan terhadap usaha
rasionalisasi pemikiran yang abstrak tentang kebenaran.
Munculnya filsafat eksistensialisme
ini dari 2 orang ahli filsafat Soeran Kierkegaard dan Neitzche. Kedua tokoh
diatas muncul karena adanya perang dunia pertama dan situasi Eropa pada saat
itu, sehingga mereka tampil untuk menjawab pandangan tentang
manusia,(Hadiwijono, 1990: 127).
Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa ketika berbicara mengenai
eksistensialisme tentunya berbicara hakekat manusia dan segala sesuatu yang
berkenaan dengan dirinya seperti bakat, keinginan, kebutuhan, kewajiban yang
harus dikerjakan oleh manusia yang sebagai khalifah dimuka bumi dengan kata
lain adalah manusia mempunyai potensi yang harus dikebangkannya. Manusia
sebagai makhluk social harus dapat bertoleransi untuk dapat menjalin kehidupan
yang harmoni dengan sesamanya, orang-orang yang berada di sekitarnya. Hal ini
menyebabkan manusia harus belajar untuk dapat menghormati keinginan orang lain
yang berarti manusia harus bias menekan sifat egonya. Contoh eksistensialisme salah satunya yakni sangat
berhubungan dengan pendidikan karena pusat pembicaraan eksistensialisme adalah
keberadaan manusia sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia.
2.
Tokoh-Tokoh Filsafat Eksistensialisme
a.
Soren Aabye Kierkegaard (1813 –
1855)
1) Riwayat Hidup Soren
Aabye Kierkegaard
Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark pada 5 Mei 1813 dan
meninggal dunia tanggal 11 November 1855 saat berumur 42 tahun. Ayahnya,
Michael Pedersen Kierkegaard, adalah seorang pedagang grosir yang menjual kain,
pakaian, serta makanan dan seseorang yang sangat saleh. Ia yakin bahwa ia telah
dikutuk Tuhan, dan karena itu ia percaya bahwa tak satupun dari anak-anaknya
akan mencapai umumr melebihi usia Yesus Kristus, yaitu 33 tahun. Ia percaya
bahwa dosa-dosa
pribadinya, seperti misalnya mengutuki nama Allah pada masa mudanya dan
kemungkinan juga menghamili ibu Kierkegaard di luar nikah, menyebabkan ia layak
menerima hukuman ini. Meskipun banyak dari ketujuh anaknya meninggal dalam usia
muda, ramalannya tidak terbukti ketika dua dari mereka melewati usia ini.
Sedangkan ibu Soren Kierkegaard bernama Anne Sorensdatter Lund
Kierkegard, (Hardiman,
2004:130).
Soren Kierkegaard merupakan anak
terakhir dari ketujuh bersaudaranya. Ayah Kierkegaard meninggal dunia
pada 9 Agustus 1838 pada
usia 82 tahun. Sebelum ayahnya meninggal dunia, ayahnya meminta Soren agar
menjadi pendeta. Saat itu Soren sangat merasa terbebani dengan permintaan dari
ayahnya. Sebuah
aspek penting dari kehidupan Kierkegaard (biasanya dianggap mempunyai pengaruh
besar dalam karyanya) adalah pertunangannya yang putus dengan Regine Olsen (1822 - 1904). Kierkegaard berjumpa
dengan Regine pada 8
Mei1837
dan segera tertarik kepadanya. Hingga akhirnya pada tanggal 8 September 1840,
Søren resmi menikahi Regine. Namun pada akhirnya Søren merasakan kecewa dan
melankolis dengan pernikahannya. Kurang dari satu tahun pernikahannya ia pun
menyelesaikan pernikahannya dengan Regine. Dalam catatannya, Søren mengatakan
bahwa sifat melankolis yang dimilikinya membuatnya tidak cocok untuk menikah.
Walaupun sampai dia meninggal alasan mengapa dia menyelesaikan pernikahannya
tidak jelas, (Anonim, 2015).
Soren Kierkegaard dianggap sebagai
bapak filsuf eksistensialisme. Ajarannya beraliran eksistensialisme dan dia sangat
bertentangan dengan Hegelian.
2)
Ajaran dan Karya Kefilsafatan Soren Aabye Kierkegaard
Ajaran yang diberikan
oleh Søren adalah mengenai eksistensialisme, Yang artinya adalah
sebuah kebebasan yang bertanggung jawab, hal ini berpusat pada manusia individu.
Kebebasan ini sering ditemukan oleh manusia. Karena setiap manusia menginginkan
adnaya sebuah kebebasan tanpa memikirkan yang mana yang benar dan yang tidak
benar. Sesungguhnya bukan mereka tidak memikirkan hal tersebut, melainkan
mereka mengetahui batas kebebasannya masing-masing. Karena kebebasan bersifat
relatif. Søren juga dikenal akan filsuf yang mengajarkan akan kecemasan dan
keputusasaan eksistensial, (Sabda, 2012).
Ajaran-ajaran Soren baru
terkenal setelah berpuluh-puluh tahun setelah kematiannya. Karyanya tersebar di
daerah Eropa, khususnya di daerah Denmark. Namun saat itu Gereja-Gereja di
sekitar Denmark menolak akan adanya karya-karya Soren. Karena ada pengaruh
akan karya yang dibuat oleh Søren yang berjudul “Fear and
Trembling”. Namun pada abad ke 20-an banyak filsuf yang ternyata menggunakan
konsep Soren, mengenai pemahaman kecemasan, dan keputusasaan serta
pentingnya individu manusia. Soren sangat bertentangan akan ajaran dari
Hegelian. Sehingga dia sering menjadi kritikus akan ajaran Hegel. Pemikiran,
sebagai kritik atas Hegel, menekankan pada aspek subjektivisme. Hal ini akan
membuat individu melupakan tanggung jawab pribadinya secara etis, bahkan akan
menghilangkan eksistensi, (Tafsir, 2000: 194).
Kierkegaard adalah seorang yang pada
zamannya melancarkan reaksi terhadap hidup kemasyarakatan. Keadaan masyarakat
pada waktu itu tidak menunjukkan sebuah usaha untuk memecahkan
persoalan-persoalan praktis sehari-hari, serta mengabaikan perkara-perkara
batiniah. Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang menjadi prinsip
Kierkegaard, bahwasanya persoalan-persoalan praktis sehari-hari itulah yang
justru menjadi persoalan hidup yang sebenarnya. Memang pada kenyataannya, sejak
Kant hingga Hegel orang hanya membicarakan persoalan-persoalan besar yang
bersifat umum, sedangkan untuk persoalan khusus dan praktis, pada umumnya orang
berpendapat bahwa pemecahannya dapat diturunkan dari dasar-dasar yang umum itu.
Kierkegaard kemudian menganggap Hegel mengaburkan hidup yang kongret, nmaka tak
heran jika Kierkegaard meremehkan argumentasi abstrak mengenai metafisika
yang spekulatif ala Hegel, (Hardiman, 2004:136).
Ada sebuah kalimat dari Søren Aabye
Kierkegaard yang cukup menginspirasikan :“Apa yang dibutuhkan zaman ini
bukanlah seorang jenius sebab jenius sudah cukup banyak. Yang dibutuhkan adalah
martir, yang rela taat hingga mati untuk mengajarkan manusia agar taat hingga
mati. Apa yang dibutuhkan zaman ini adalah kebangkitan. Dan karena itu suatu
hari kelak, bukan hanya tulisan-tulisan saya tetapi juga seluruh hidup saya,
seluruh misteri yang membangkitkan tanda tanya tentang mesin ini akan
dipelajari dan dipelajari terus. Saya tidak akan pernah melupakan bagaimana
Tuhan menolong saya dan karena itu adalah harapan saya terakhir bahwa segala
sesuatunya adalah untuk kemuliaan-Nya ” —Søren
Kierkegaard, Journals (20 November 1847). (Hardiman,
2004:138).
Banyak dari karya-karya Kierkegaard
membahas masalah-masalah agama misalnya hakikat iman, lembaga Gereja Kristen,
etika dan teologi Kristen, dan emosi
serta perasaan
individu ketika diperhadapkan dengan pilihan-pilihan eksistensial. Menurut Wiramihardja
(2006:142) karya-karya Sorean diantaranya:
1)
Fear and Trembling (Frygt og
Baeven) – 1844
Diambil
dari contoh pengorbanan Ishak oleh Abraham. Yang dimaksudkan oleh Søren
adalah ajaran atau kepercayaan bahwa segala tindakan disebabkan karena
adanya tujuan yang ingin dicapai. Sampai akhirnya Soren befikir bahwa ini
seperti tidak masuk akal karena manusia harus menaati perintah Allah. Namun itu
merupakan ketaatan manusia kepada Allah.
2)
Either/Or (Enten/Eller) – 1843
Buku ini
terdiri dari dua bagian yang mempertentangkan pandangan hidup yang estetis
dengan yang etis. Karya yang panjang ini menampilkan catatan-catatan pribadi
milik Søren. Karyanya yang ini berfungsi baik sebagai kritik ataupun
parodi terhadap filsafat dari Hegelian.
3)
Works Of Love (Kjerlighedens
Gjerninger) – 1846
Sebuah
buku yang meneliti perintah "Kasihilah sesamamu seperti kau mengasihi
dirimu sendiri'. karyanya ini menjelaskan akan kekuatan cinta. Bagaimana
manusia mecintai sesama, dan bagaimana cinta sejati tanpa keegoisan, yang
mungkin hanya terjadi antara manusia dan Tuhan.
b.
Jean Paul Sartre (1905 – 1980)
1) Riwayat Hidup Jean
Paul Sartre
Paul Sartre lahir di Paris, Perancis,
21 Juni
1905 dan meninggal
di Paris,
15 April1980
pada umur 74 tahun) adalah seorang filsuf
dan penulis Perancis.Ia
berasal dari keluarga Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar Angkatan Laut
Prancis dan ibunya anak seorang guru besar yang mengajar bahasa modern di
Universitas Sorbone. Ketika ia masih kecil ayahnya meninggal, terpaksa ia
diasuh oleh ibunya dan dibesarkan oleh kakeknya. Di bawah pengaruh kakeknya
ini, Sartre dididik secara mendalam untuk menekuni dunia ilmu pengetahuan dan
bakat-bakatnya dikembangkan secara maksimal. Pengalaman masa kecil ini memberi
ia banyak inspirasi. Diantaranya buku Les Most (kata-kata) berisi nada negatif
terhadap hidup masa kanak-kanaknya. (Tafsir, 2000:
189).
Meski
Sartre berasal dari keluarga Kristen protestan dan ia sendiri dibaptiskan
menjadi katolik, namun dalam perkembangan pemikirannya ia justru tidak menganut
agama apapun. Ia seorangatheis. Ia mengaku sama sekali tidak percaya lagi akan
adanya Tuhan dan sikap ini muncul semenjak ia berusia 12 tahun. Bagi dia, dunia
sastra adalah agama baru, karena itu ia menginginkan untuk menghabiskan
hidupnya sebagai pengarang. Sartre
tidak pernah kawin secara resmi, ia hidup bersama Simone de Beauvoir tanpa
nikah. Mereka menolak menikah karena bagi mereka pernikahan itu dianggap suatu
lembaga borjuis saja. Dalam perkembangan pemikirannya, ia berhaluan kiri.
Sasaran kritiknya adalah kaum kapitalis dan tradisi masyarakat pada masa itu.
Ia juga mengeritik idealisme dan para pemikir yang memuja idealisme,
(Hardiman, 2004:192).
Sartre
adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Ialah yang dianggap mengembangkan
aliran eksistensialisme. Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding
esensi (L'existence précède l'essence). Manusia tidak memiliki apa-apa
saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari
komitmen- komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya,
satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L'homme est condamné à
être libre). Ia belajar pada Ecole Normale Superieur pada tahun 1924-1928.
Setelah tamat dari sekolah itu. Pada tahun 1929 ia mengajarkan filsafat di
beberapa Lycees, baik di Paris maupun di tempat lain. Dari tahun 1933 sampai
tahun 1935 ia menjadi mahasiswa peneliti pada Institut Francais di Berlin dan
di Universitas Freiburg. Tahun 1938 terbit novelnya yang berjudul La Nausee
dan Le Mur terbit pada tahun 1939. Sejak itulah muncullah karya-karyanya
yang lain dalam bidang filsafat, (Tafsir, 2000: 196).
Selain
sebagai seorang guru besar, ia juga seorang pejuang. Dalam Perang Dunia Kedua
ia menjadi salah seorang pemimpin pertahanan. Sebagai novelis dan dramawan
namanya amat terkenal. Tahun 1964 ia menolak menerima hadiah Nobel dalam bidang
kesusastraan (Burr dan Goldinger : 520). Sekalipun pada dasarnya buah
pikirannya merupakan pengembangan pemikiran Kierkegaard, ia mengembangkannya
sampai pada tahap yang amat jauh, (Tafsir, 2000: 197).
2) Ajaran
dan Karya Kefilsafatan Jean
Paul Sartre
Menurut
ajaran eksistensialisme, eksistensi manusia mendahului esensinya. Hal ini
berbeda dari tumbuhan, hewan dan bebatuan yang esensinya mendahului
eksistensinya, seandainya mereka mempunyai eksistensi. Di dalam filsafat
idealisme, wujud nyata (existence) dianggap mengikuti hakikat (essence)-nya.
Jadi hakikat manusia mempunyai ciri khas tertentu, dan ciri itu menyebabkan
manusia berbeda dari makhluk lain, (Hanafi, 1990 : 90).
Manusia
tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil
kalkulasi dari komitmen-komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre
selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L'homme
est condamné à être libre).
Eksistensi
mendahului esensi´, begitulah selalu filosof-filosof eksistensialis
berkata,´dan cara manusia bereksistensi berbeda dengan cara beradanya
benda-benda. Karenanyamasalah Ada´ merupakan salah satu tema terpenting dalam
tradisi eksistensialisme.Bagi Sartre, manusia menyadari Ada-nya dengan
meniadakan (mengobjekkan) yang lainnya.
Dari Edmund Husserl ia belajar tentang intensionalitas, yakni kesadaran
manusiayang tidak pernah timbul dengan sendirinya, namun selalu merupakan
³kesadaran akansesuatu´. Baik kita ajukan contoh: Saat ini saya menyadari
tengah duduk dalam sebuahforum diskusi, bersama dengan orang lain, serta
benda-benda lain, sekaligus menyadari ahwa saya berbeda dengan orang lain, dan
juga bukan sekedar benda. Saya meniadakan (mengobjekkan orang dan benda
lain). Begitulah kira-kira titik tolak filsafat Sartre. Untuk memperjelas
masalah ini,ia menciptakan dua buah istilah;être-en-soi, danêtre-pour-soi.
Dengan ini pula ia membedakan cara ber-Adanya manusia dengan cara beradanya
benda-benda. (Hanafi, 1990
: 98).
Menurut pendapat saya jadi Salah
satu keinginan manusia adalah meng-Ada sebagaimana keberadaan benda- benda.
Mempunyai identitas dan esensi yang pasti. Celakanya, manusia memiliki
kesadaran yang tak dimiliki benda-benda, karenanya mustahil bagi manusia untuk
mempertahankan esensinya terus menerus. Cara beradanya benda tak punya kaitan
dengan cara ber-ada manusia. Sementara manusia sebaliknya, karena sifatnya
meniadakan terhadap hal lain, maka ia senantiasa berusaha untuk meniadakan
orang dan benda lain. Tampaklah oleh kita bahwa pendapat Sartre tentang
eksistensi manusia bukan sekedar hendak menjelaskan keadaan beradanya manusia
ditengah manusia dan bukan manusia, lebih dari itu ia hendak menjelaskan
tanggung jawab yang seharusnya dipikul oleh manusia.
Orang
eksistensialisme berpendapat bahwa salah satu watak keberadaan manusia ialah
takut. Takut
itu datang dari kesadaran manusia tentang wujudnya di dunia ini. Sartre
menyatakan, bila manusia menyadari dirinya berhadapan dengan sesuatu, menyadari
ia telah memilih untuk berada, pada waktu itu juga ia telah bertanggung jawab
untuk memutuskan bagi dirinya dan bagi keseluruhan manusia, dan pada saat itu
pula manusia merasa tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab menyeluruh.
Manusia itu merdeka, bebas. Oleh karena itu, ia harus bebas menentukan, memutuskan.
Dalam menentukan, memutuskan, ia bertindak sendirian tanpa orang lain yang
menolong atau bersamanya. Ia harus menentukan untuk dirinya dan untuk seluruh
manusia. Oleh karena itu, menurut Sartre, demikian juga Heidegger. manusia
tidak solider, tetapi soliter. Ia memikul berat dunia seorang diri. Kenyataan
manusia, sebagaimana dinyatakan oleh Sartre adalah nasibnya diserahkan kepada
dirinya sendiri dengan tiada bantuan sedikitpun. (Hadiwijono, 1990: 160).
Karya-
karya Jean Paul Sartre
Menurut Wiramihardja (2006: 116) Hasil
karya filsafatnya yang utama adalah “Being and Nothingness” (1943). Dalam
diri (L’entre-en-soi) dan “ber-ada-untuk-diri” (L’entre-pour-soi).
a) Berada
dalam diri (L’entre-en-soi) adalah semacam berada an sich,
berada itu sendiri.
Filsafatnya berpangkal dari realitas yang ada, karna realitas yang ada itulah
yang kita hadapi, kita tangkap, kita mengerti. Ada banyak yang berada, contoh:
pohon, batu, binatang, manusia dan sebagainya. “Berada” disini mewujudkan ciri
segala benda jasmaniah, materi.
b) Beradauntukdiri
(L’entre-pour-soi) ialah berada yang dengan sadar akan dirinya, yaitu
cara berada manusia.
Manusia
mempunyai hubungan dengan keberadaannya, ia bertanggungjawab atas fakta bahwa
ia ada, misalnya ia bertanggungjawab atas fakta, bahwa ia seorang pegawai, atau
seorang pedagang, atau seorang pencuri dan sebagainya.Manusia adalah
“berada-untuk-diri (L’entre-pour-soi)”. Oleh karena itu maka manusia
terwujud karena “berada” itu meniadakan diri (seneantise). Manusia
sebagai manusia, sebagai L’entre-pour-soi terdiri dari
peniadaan. Ada dua peniadaan yaitu:
a)
Peniadaan lahiriah (Negation
externe)
b)
Peniadaan batiniah (Negation interne)
Bahwa meja bukanlah kursi, hal ini
tidak menyipatkan meja, artinya bahwa meja bukanlah kursi, tidak ditentukan
dari dalam inilah yang disebut negation externe. Akan tetapi bahwa
aku bukan orang yang berbakat seni, atau aku bukan seroang usahawan, dan
lainnya, ini menunjukkan suatu negativitas yang menyipatkan diriku dari dalam,
dengan konsekuensi akulah yang bertangung jawab atas diriku, (Wiramihardja,
2006: 119).
Hal yang “tidak ada” tidak mungkin
berasal dari “berada-dalam-riri” (L’entre-en-soi), sebab
“berada-dalam-diri” adalah penuh, padat, tertutup. Yang “tidak ada” ini berasal
dari manusia. Manusia mengandung di dalamnya hal yang “tidak ada”. Di sini
terdapat perbedaan dengan Heidegger. Menurut Sartre “eksistensi yang murni”
adalah hal yang nyata. Eksistensi manusia adalah “ketiadaan”. Peniadaan ini
terjadi terus menerus, dan ini mengakibatkan manusia berbuat, dan tiap
perbuatan adalah perpindahan, dari semula menuju ke apa yang didepannya, ini
adalah meniadakan masa lampau dan berusaha mencapai yang ‘belum ada” atau yang
pada waktu itu “tidak ada”. Pada hakekatnya menurut Sartre: “berada- untuk-diri”
sama dengan kebebasan, (Anonim, 2015)
3.
Sumbangan Filfafat Eksistensialisme terhadap Ilmu
Pengetahuan Masa Kini
Eksistensi
manusia menunjukkan kesadaran manusia, terutama pada dirinya sendiri bahwa ia
berhadapan dengan dunia. Konsep ini muncullah cirri lain hakikat keberadaan
manusia. Orang Eksistensialisme berpendapat bahwa salah satu watak keberadaan
manusia ialah takut.
Eksistensialisme
telah memberikan sumbangan yang sangat besar bagi ilmu, terutama dalam membuka
jalan terhadap kebutuan yang ditimbulkan oleh paham materialisme yang
mengatakan bahwa : “manusia itu pada hakekatnya adalah barang material belaka,
yang walaupun bentuknya lebih unggul, tetapi manusia itu adalah resultante dari
proses-proses kimiawi”. Bagi eksistensialis, manusia itu tidak hanya sekedar
material atau kesadaran, tetapi lebih daripada itu, (Wiramihardja,2006:142).
Eksistensialisme
mengakui bahwa setiap individu memiliki keunikan masing-masing dan menganggap
kebebasan sebagai sesuatu yang asasi bagi setiap individu dalam penentuan
eksistensi diri sendiri. Karenanya eksistensialis mengajukan terhadap: gerakan
totaliser, fasis dan komunis yang cenderung mengabaikan individu dalam
kolektivisme dan massa. Pengaruh
yang sangat menonjol eksistensialisme terhadap pendidikan modern dewasa ini
adalah kesadaran terhadap adanya perbedaan eksitensial pada setiap individu
siswa, dan timbulnya penghargaan terhadap kebebasan siswa dalam menentukan
pilihannya.Eksistensialisme tidak menyukai pendidikan yang menyajikan program
menurut kelompok seperti program pendidikan formal di sekolah dewasa ini,
karena bagi eksistensialis program kelompok semacam itu berarti telah mengikari
eksistensi siswa sebagai individu. Eksistensialisme tidak menyukai pendidikan
profesi, misalnya pendidikan kejuruan atau pendidikan spesialis di pendidikan
tinggi. Eksistensialis menganggap pendidikan profesi mempunyai sasaran utama
pada pencarian obyektivitas, logika dan intelektualitas, dan kurang mengenai
sasaran emosi, estetika dan moral yang merupakan kepentingan pokok
eksistensialisme. Eksistensialisme mengingatkan bahwa ilmu hendaknya tidak
menjadi sasaran atau tujuan pendidikan, tetapi ilmu itu harus ditempatkan
secara proposional, hanya sebagai alat dalam pengembangan eksistensi manusia. (Hardiman,
2004:150).
B. Fenomenologi
1.
Hakekat Fenomenologi
Menurut Salam (2008 : 204)
fenomenologi adalah studi tentang Phenomenon. Kata ini berasal dari bahasa
Yunani Phainein
berarti menunjukkan.
Dari kata ini timbul kata Pheinomenon berarti yang muncul
dalam kesadaran manusia. Dalam fenomenologi, ditetapkan bahwa setiap gambaran
pikir dalam pikiran sadar manusia, menunjukkan pada suatu hal keadaan yang
disebut intentional
(berdasarkan niat atau keinginan).
Sedangkan menurut Surajiyo (2012 :
162) kata fenomenologi berasal dari kata Yunani fenomenon, yaitu suatu yang
tampak, yang terlihat karena bercahaya, yang didalam bahasa Indonesia disebut
gejala. Sehingga fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena,
atau gejala sesuatu yang menampakkan diri.
Secara harfiah, fenomenologi atau
fenomenalisme adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa fenomenalisme
adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Fenomenalisme juga
adalah suatu metode pemikiran. Fenomenologi merupakan sebuah aliran yang
berpendapat bahwa, hasrat yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya dapat
dicapai melalui pengamatan terhadap fenomena atau pertemuan kita dengan
realita. Karenanya, sesuatu yang terdapat dalam diri kita akan merangsang alat
inderawi yang kemudian diterima oleh akal ( otak ) dalam bentuk pengalaman dan
disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Penalaran inilah yang dapat
membuat manusia mampu berpikir secara kritis, (Khalilah, 2013).
Fenomenologi merupakan kajian
tentang bagaimana manusia sebagai subyek memaknai obyek-obyek di sekitarnya.
Pada intinya, bahwa aliran fenomenologi mempunyai pandangan bahwa pengetahuan
yang kita ketahui sekarang ini merupakan pengetahuan yang kita ketahui
sebelumnya melalui hal-hal yang pernah kita lihat, rasa, dengar oleh alat
indera kita. Fenomenologi merupakan suatu pengetahuan tentang kesadaran murni
yang dialami manusia, (Wattimena, 2009).
Berdasarkan beberapa pengertian di
atas, maka dapat dipahami bahwa fenomenologi berarti ilmu tentang gejala-gejala
(fenomena) apa saja yang nampak. Sebuah pendekatan filsafat yang berpusat pada
analisi terhadap gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita. Adapun
gejala-gejala yang tampak berdasarkan kehidupan sehari-hari misalnya kejadian
siang dan malam.
2.
Tokoh-Tokoh Filsafat Fenomenologi
b.
Edmund Husserl (1859-1938)
1) Riwayat Hidup Edmund Husserl
Edmund
Husserl adalah seorang ahli ilmu pasti dan profesor Filsafat dari Universitas
Freiburg di Breisgau (Jerman Selatan) kira-kira satu abad yang lalu, lahir di Prestejov
(dahulu Prossnitz) di Czechoslovakia 8 April 1859 dari keluarga Yahudi. Di
universitas ia belajar ilmu alam, ilmu falak, matematika, dan filsafat.
Mula-mula di Leipzig kemudian juga di Berlin dan Wina. Di Wina ia tertarik pada
filsafat dari Brentano. Dia mengajar di Universitas Halle dari tahun 1886-1901,
kemudian di Gottingen sampai tahun 1916 dan akhirnya di Freiburg. Ia juga
sebagai dosen tamu di Berlin, London, Paris, dan Amsterdam, dan Prahara.
Husserl terkenal dengan metode yang diciptakan olehnya yakni metode
“Fenomenologi” yang oleh murid-muridnya diperkembangkan lebih lanjut. Husserl
meninggal tahun 1938 di Freiburg. Untuk menyelamatkan warisan intelektualnya
dari kaum Nazi, semua buku dan catatannya dibawa ke Universitas Leuven di Belgia,
(Abadi, 2010).
2)
Ajaran dan
Karya Kefilsafatan Edmund Husserl
Menurut
Husserl, memahami fenomenologi sebagai suatu metode dan ajaran filsafat.
Sebagai metode, Husserl membentangkan langkah-langkah yang harus diambil agar
sampai pada fenomeno yang murni. Untuk melakukan itu, harus dimulai dengan
subjek (manusia) serta kesadarannya dan berusaha untuk kembali pada kesadaran
murni. Sedangkan sebagai filsafat, fenomenologi memberikan pengetahuan yang
perlu dan essensial tentang apa yang ada.
Metode
fenomenologi menurut Husserl, menekankan satu hal penting yaitu, penundaan
keputusan. Penundaan keputusan harus ditunda (epoche) atau dikurung (bracketing)
untuk memahami fenomena. Pengetahuan yang kita miliki tentang fenomena itu
harus kita tinggalkan atau lepaskan dulu, agar fenomena itu dapat menampakkan
dirinya sendiri. Untuk memahami filsafat Husserl ada beberapa kata kunci yang perlu
diketahui. Diantaranya: 1) Fenomena adalah realitas esensi atau dalam fenomena
terkandung pula nomena (sesuatu yang berada di
balik fenomena), 2) Pengamatan adalah aktivitas spiritual atau rohani, 3)
Kesadaran adalah sesuatu yang intensional terbuka dan terarah pada subjek 4)
Substansi adalah kongkret yang menggambarkan isi dan stuktur kenyataan dan
sekaligus bisa terjangkau.
Namun, menurut
para pengikut fenomenologi suatu fenomena tidak selalu harus dapat diamati
dengan indera. Sebab, fenomena dapat juga dilihat atau ditilik secara ruhani
tanpa melewati indera, fenomena tidak perlu suatu peristiwa, (Aprilia, 2014).
Karya- karya
Edmund Husserl antara lain.
a)
Logische Untersucgsuchugen I dan II (Penyelidikan-penyelidikan logis), tahun 1900-1901. Bertujuan agar dapat mempelajari struktur
kesadaran, karena itu harus dibedakan antara tindakan dari kesadaran dan fenomena di mana diarahkan (obyek memakai diri sendiri).
b)
Ideen zu einer reinen Phanomenologie und
Phanomenologischen Philosophie, 1913 (Gagasan-gagasan untuk suatu
fenomenolgi murni dan suatu filsafat fenomenologis). Untuk pertama kalinya
terkuak kecenderungan idealistik ini. Seorang fenomenolog harus secara sangat
cermat “menempatkan di antara tanda kurung”, artinya kenyataan di antara dunia
luar. Yang utama ialah fenomenanya, dan fenomena ini hanya tampil dalam
kesadaran.
c)
Meditations Cartesiennes, 1931 (Renungan-renungan Kartesian). Dalam buku ini dibahas beberapa
permenungan Kartesian, di mana semakin lama semakin penting. “Aku bertolak dari
kesadaranku untuk menemukan kesadaran transedental (prinsip dasar dari
pemahaman murni yang melampaui atau mengatasi batas-batas pengalaman), (Abadi, 2010).
c.
Max Scheller (1874-1928)
1)
Riwayat Hidup Max Scheller
Max
Scheler dilahirkan di Munich, Jerman pada tanggal 22 Agustus 1874. Ayahnya seorang Lutheran dan ibunya seorang Yahudi
Ortodoks. Sebagai seorang anak remaja, ia masuk Katolik, karena
ketertarikkannya pada ajaran mengenai cinta. Scheler belajar ilmu kedokteran di
Munchen dan Berlin, Filsafat dan Sosiologi pada W.Dilthey dan G.Simmel pada tahun 1895. Ia memperoleh gelar
doktornya pada tahun 1897. Setelah belajar di Munchen, Berlin, Heildelberg dan Jena, ia
kemudian menjabat sebagai dosen privat di Jena dan Munchen
pada tahun 1899. Seluruh hidupnya, Scheler memiliki pemikiran yang begitu
berpengaruh bagi filsafat pragmatisme Amerika. Pada tahun 1902, ia bertemu
bertemu dengan Edmund Hursell seorang fenomenolog untuk pertama kalinya di
Halle. Scheler tidak pernah menjadi murid Hursell. Akan tetapi, perjumpaan
dengannya memberikan pengaruh yang besar bagi Scheler. Scheler menjadi seorang
fenomenolog yang getol menyebarluaskan ajaran Hursell ini. Dari tahun
1907-1910 ia mengajar pada universitas di Munchen. Ia bergabung
dengan lingkungan
fenomenolog Munchen diantaranya M.Beck, Th. Conrad, J. Daubert, M.Geiger. D.Y
Hildebrand, Th.Lipps, and A. Pfaender, (Jaya, 2012).
2)
Ajaran dan
Karya Kefilsafatan Max Scheller
Scheller
berpendapat bahwa metode fenomenologi sama dengan cara tertentu untuk memandang
realitas. Dalam hubungan ini kita mengadakan hubungan langsung dengan realitas
berdasarkan intuisi (pengalaman fenomenologi).
Menurutnya ada
3 fakta yang memegang peranan penting dalam pengalaman filsafat. Diantaranya:
a)
Fakta natural, yaitu berdasarkan pengalaman inderawi yang
menyangkut benda-benda yang nampak dalam pengalaman biasa.
b)
Fakta ilmiah, yaitu yang mulai melepas diri dari penerapan inderawi
yang langsung dan semakin abstrak.
c)
Fakta fenomenologis, merupakan isi intuitif yang merupakan hakikat
dari pengalaman langsung.
Filsafat Max Scheler dibagi ke dalam dua
periode: Periode pertama rentang waktunya di mulai
antara disertasinya pada tahun 1897 hingga karyanya On the eternal in Man (manusia
dalam keabadian) pada tahun 1920/1922—volume I-VII. Sedangkan pada periode
kedua, masa-masa dari tahun 1920/1922 hingga 1928 yang terangkum dalam Vol.
VIII-XV.
Dalam periode pertama, karyanya yang paling
menonjol adalah penyelidikannya mengenai nilai-etika, perasaan, agama, dan
teori politik. Dalam tahun-tahun ini ada dua karya besar yang dihasilkannya, The
Nature of Sympathy dan Formalisme Etics dan non- Formal
etichs of Vlues. Dari karya-karyanya ini, Scheler memusatkan perhatiannya
pada, perasaan manusia, cinta, dan kodrat manusia. Ia memperlihatkan bahwa
ego, akal budi dan kesadaran manusia mengisyarakan lingkungan manusia dan
menyangkal sebuah kemurnian ego, kemurnian akal budi, atau kemurnian kesadaran.
Di sini, Scheler mengkritik apa yang telah ada sebelumnya yakni apa yang
diajarkan oleh Husserl, Kant, dan Idealisme Jerman. Bagi Scheler, ego, akal
budi dan kesadaran adalah hati manusia yang merupakan tempat duduk dari cinta
lebih dari pada sebuah ego yang transcendent, akal budi, kehendak atau
penginderaan. Dari sini mengalirlah sebuah prinsip yang besar yang melewati
seluruh periode pertama ini: perasaan dan cinta memiliki logikanya di
dalam diri mereka sendiri, yang sungguh-sungguh berbeda dari logika akal budi.
Di sini Scheler mengikuti Blaine Pascalfilsuf dan matematikawan asal Perancis.
Dalam periode kedua (1920/1922-1928). Scheler menentang ide mengenai Tuhan
sebagai Pencipta. Baginya, dewa, manusia dan dunia adalah satu bentuk yang
“menjadi ada” karena proses
penyatuan yang terjadi dalam waktu yang absolut. Waktu yang Absolut bukanlah waktu yang dapat diukur
dengan waktu atau jam yang digunakan oleh ilmu pengetahuan dan dalam kehidupan
sehari-hari. Waktu absolut mirip waktu yang lewat ketika kita tidak berpikir
mengenai waktu, (Jaya, 2012).
d.
Martin Heidegger (1889-1976)
1)
Riwayat Hidup Martin
Heidegger
Martin Heidegger adalah seorang filusuf Jerman
yang karyanya terkait dengan Fenomenologi dan Eksistensialisme. Heidegger lahir
pada tanggal 26 September 1889 di Messkirch, Jerman. Ia tumbuh dan dibesarkan
dalam tradisi Katholik Roma yang ketat, dimana ayahnya bertugas sebagai koster
pada gereja Katholik Santo Martinus. Ia mengikuti sekolah menengah di Konstanz
dan Freiburg Im Breisgau. Pada tahun 1909 ia masuk universitas Freiburg untuk
belajar di Fakultas Teologi. Setelah mempelajari Teologi selama 4 semester, ia
mengubah haluan dan mengerahkan seluruh perhatiannya kepada studi filsafat,
ditambah dengan kuliah-kuliah tentang ilmu pengetahuan alam dan ilmu
pengetahuan social. Heidegger memperoleh gelar doktor filsafat pada tahun 1913
dengan disertasi tentang Die Lehre Vom
Urteil Im Psychologismus (ajaran tentang putusan dalam psikologisme).
Pada tahun 1916 Heidegger mulai belajar
filsafat Fenomenologi kepada Husserl, bahkan kemudian ia menjadi asistennya.
Disamping itu selama tahun 1916-1919, Heidegger mencoba mengkaji dogma-dogma
katholik yang rigid dan mengerakkan dogma-dogma tersebut ke faham protestan
liberal. Tahun 1923 ia diangkat menjadi profesor filsafat di universitas
Marburg, disini ia menerbitkan karyanya yang pertama yaitu Being and Time (Sein Und Zeit)
tahun 1927. Dia kembali ke Freiburg pada tahun 1928 untuk menggantikan Edmund Husserl.
Pada tahun 1933 dia memperoleh jabatan Rektor pada unversitas Freiburg. Dia
meninggal pada tanggal 26 Mei 1976, (Ciptyasari, 2014).
2)
Ajaran dan
Karya Kefilsafatan Martin Heidegger
Menurut
Heidegger, manusia itu terbuka bagi dunianya dan sesamanya. Kemampuan seseorang
untuk bereksistensi dengan hal-hal yang ada di luar dirinya karena memiliki
kemampuan seperti kepekaan, pengertian, pemahaman, perkataan atau pembicaraan.
Bagi heidegger
untuk mencapai manusia utuh maka manusia harus merealisasikan segala potensinya
meski dalam kenyataannya seseorang itu tidak mampu merealisasikannya. Ia tetap
sekuat tenaga tidak pantang menyerah dan selalu bertanggungjawab atas potensi
yang belum teraktualisasikan.
Dalam
persfektif yang lain mengenai sesosok Heidegger menjadi salah satu filsafat
yang fenomenal yaitu bahwa ia mengemukakan tentang konsep suasana hati (mood).
Seperti yang kita ketahui bahwa dengan suasana hatilah kita diatur oleh dunia
kita, bukan dalam pendirian pengetahuan observasional yang berjarak. Biasanya,
dengan posisi kita yang sedang bersahabat dengan suasana hati, maka kita akan
bisa mengenali diri kita yang sesungguhnya. Karena suasana hati bisa menjadi
tolak ukur untuk mengetahui hakikat diri dengan banyaknya pertanyaan yang
muncul seperti pencarian jati diri siapa kita sesungguhnya, apa kemampuan kita,
dan apa kekurangan atau kelebihan yang kita miliki, bagaimanakah kehidupan kita
yang selanjutnya dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Konsep inilah yang
menguatkan pendapat banyak orang mengenai sesosok orang yang mampu melihat noumena
dan phenoumena.
Karyanya yang pertama yaitu Being and Time (Sein Und Zeit)
tahun 1927. Dimana ia mencoba untuk mengakses Being (Sein) dengan melalui analisis Fenomenologis tentang eksistensi
manusia (Dasein) yang berkenaan ke
karakter duniawi dan sejarah manusia. Dalam Being
And Time Heidegger menyatakan bahwa
studi tentang diri kita atau Dasein
(berada-ada) adalah perkara penting untuk menanyakan makna keberadaan. Dia kembali ke Freiburg pada tahun 1928 untuk
menggantikan Edmund Husserl. Pada tahun 1933 dia memperoleh jabatan Rektor pada
unversitas Freiburg. Dia meninggal pada tanggal 26 Mei 1976. Disamping karya
monumentalnya Sein Un Zeit, Heidegger
juga menerbitkan banyak karya lagi yang kebanyakan menyajikan salah satu
ceramah atau serangkaian ceramah yang pernah dibawakannya seperti Kant Und Das Problem Der Metaphysic (Kant
dan Problem Metafisik, 1929), Was Ist
Differanz (Identitas dan Perbedaan, 1957) dan masih banyak karyanya yang
lain, (Ciptyasari,
2014).
3. Sumbangan Filfafat Fenomenolosi terhadap Ilmu
Pengetahuan Masa Kini
Memperbincangkan fenomenologi tidak bisa ditinggalkan pembicaraan
mengenai konsep Lebenswelt (“dunia kehidupan”). Konsep ini penting artinya,
sebagai usaha memperluas konteks ilmu pengetahuan atau membuka jalur metodologi
baru bagi ilmu-ilmu sosial serta untuk menyelamatkan subjek pengetahuan, (
Edmund Husserl, dalam karyanya, The
Crisis of European Science and Transcendental Phenomenology,
menyatakan bahwa konsep “dunia kehidupan” (lebenswelt ) merupakan konsep yang
dapat menjadi dasar bagi (mengatasi) ilmu pengetahuan yang tengah mengalami
krisis akibat pola pikir positivistik dan saintistik, yang pada prinsipnya
memandang semesta sebagai sesuatu yang teratur – mekanis seperti halnya kerja
mekanis jam. Akibatnya adalah terjadinya ‘matematisasi alam’, alam dipahami
sebagai keteraturan (angka-angka). Pendekatan ini telah mendehumanisasi
pengalaman manusia karena para saintis telah menerjemahkan pengalaman manusia
ke formula-formula impersonal. (Anonim, 2014)
Dunia kehidupan
dalam pengertian Husserl bisa dipahami kurang lebih dunia sebagaimana manusia
menghayati dalam spontanitasnya, sebagai basis tindakan komunikasi antar
subjek. Dunia kehidupan ini adalah unsur-unsur sehari-hari yang membentuk
kenyataan seseorang, yakni unsur dunia sehari-hari yang ia alami dan jalani,
sebelum ia menteorikannya atau merefleksikannya secara filosofis.
Konsep
dunia kehidupan ini dapat memberikan inspirasi yang sangat kaya kepada ilmu-ilmu
sosial, karena ilmu-ilmu ini menafsirkan suatu dunia, yaitu dunia sosial.
Dunia kehidupan sosial ini tak dapat diketahui begitu saja lewat observasi
seperti dalam eksperimen ilmu-ilmu alam, melainkan terutama melalui pemahaman (verstehen
). Apa yang ingin ditemukan dalam dunia sosial adalah makna, bukan kausalitas
yang niscaya.
Demikianlah,
dunia kehidupan sosial merupakan sumbangan dari fenomenologi, yang menempatkan
fenomena sosial sebagai sistem simbol yang harus dipahami dalam kerangka
konteks sosio-kultur yang membangunnya. Ini artinya unsur subjek dilihat
sebagai bagian tak terpisahkan dari proses terciptanya suatu ilmu pengetahuan
sekaligus mendapatkan dukungan metodologisnya, (Aprilia, 2014).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan materi yang telah dipaparkan dapat disimpulkan, sebagai
berikut :
1.
Filsafat
Kontemporer yaitu cara pandang dan berpikir mendalam menyangkut kehidupan pada masa saat ini.
2.
Pragmatisme
adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah
apa yang membuktikan dirinya benar dengan berpengang pada logika pengamatan. Eksistensialisme adalah filsafat yang memandang
segala gejala dengan berpangkal kepada eksistensi.
Fenomenologi adalah
aliran atau faham yang menganggap bahwa fenomenalisme adalah sumber pengetahuan
dan kebenaran.
3.
Tokoh-tokoh
yang cukup aktif dalam pengembangan pragmatisme adalah: Charles Sanders Peirce,
William James dan John Dewey. Pragmatisme mula-mula dikenalkan oleh Charles
Sanders Peirce (1839-1914).
4.
Aliran pemikiran eksistensialisme
ini muncul pada abad ke-19 dan ke-20 dan di pelopori oleh seorang berketurunan
Yahudi, Jean-Paul Satre.
5.
Tokoh-tokoh
yang berperan dalm fenomenologi yakni Edmund Husserl (1859-1938), Max Scheller
(1874-1928), Martin Heidegger (1889-1976), Maurice Merlean-ponty (1908-1961),
dan Maurice Merlean-ponty (1908-1961).
6.
Ajaran beberapa tokoh pragmatisme, Charles
Sanders Pierce (1839-1914) Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara/ pegangan
dasar) itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita.William James
(1842-1910) adalah tokoh yang paling bertanggung jawab yang membuat pragmatism
menjadi terkenal diseluruh dunia. William James mengatakan bahwa secara ringkas
pragmatism adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui. Menurut John Dewey filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya
atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan
manusiawi.
7.
Ajaran eksistensialisme menurut beberpa tokoh yakni, ajaran
yang diberikan oleh Søren adalah mengenai eksistensialisme, Yang
artinya adalah sebuah kebebasan yang bertanggung jawab, hal ini berpusat pada
manusia individu. Sedangkan menurut jean berdasarkan ajaran eksistensialisme,
eksistensi manusia mendahului esensinya. Hal ini berbeda dari tumbuhan, hewan
dan bebatuan yang esensinya mendahului eksistensinya, seandainya mereka
mempunyai eksistensi.
8.
Ajaran
fenomenologi menurut beberapa tokoh yakni,
menurut Husserl memahami fenomenologi sebagai suatu metode dan ajaran filsafat.
Sebagai metode, Husserl membentangkan langkah-langkah yang harus diambil agar
sampai pada fenomeno yang murni. Scheller berpendapat bahwa metode fenomenologi
sama dengan cara tertentu untuk memandang realitas. Menurut Heidegger, manusia
itu terbuka bagi dunianya dan sesamanya. Sebagaimana halnya Husserl, ia yakin
seorang filosof benar-benar harus memulai kegiatannya dengan meneliti
pengalaman.
9.
Karya-karya
tokoh pragmatisme Collected Papers of Charles Sanders Peirce, 8vols.
Edited by Charles Hartshorne, Paul Weiss, and Arthur Burks (Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts,
1931-1958).2), Tha Principles of Psychology (1890), Psychology(1981).
DAFTAR
PUSTAKA
Achmadi, Asmoro. 2010. Filsafat
umum. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.
FuadIhsan.
2010. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Hadiwijono, Harun. 1990. Sari Sejarah Filsafat Barat II. Yogyakarta :
Kanisius.
Hanafi, Ahmad. 1990. Pengantar Filsafat Islam.
Jakarta :
Bulan Bintang.
Hardiman, Budi F. 2004. Filsafat Modern.
Jakarta :
Gramedia.
Maksum, Ali. 1996. Pengantar
Filsafat; dari Masa klasik hingga Postmodernisme. Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA.
Muzairi. 2009. Filsafat Umum.
Yogyakarta : Teras.
Rapar, Jan H. 1996. Pengantar Filsafat.
Yogyakarta : Kanisius.
Tafsir, Ahmad. 2000. Filsafat Umum Akal dan Hati
Sejak Thales Sampai Capra. Bandung : PT
Remaja
Rosdakarya.
Salam, Burhanuddin. 2008. Pengantar Filsafat.
Jakarta :
Bumi Aksara.
Sumarna,
Cecep. 2004. Filsafat Ilmu Dari Hakikat
Menuju Nilai. Bandung : Pustaka Bani Quraisy.
Surajiyo. 2012. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar.
Jakarta :
PT Bumi Aksara.
Surajiyo. 2013. Filsafat Umum dan Perkembangannya
di Indonesia. Jakarta
: Bumi Aksara.
Waris.
2009. FilsafatUmum. Ponorogo : STAIN
Po Press.
Wiramihardja,
Sutardjo A. 2006. Pengantar Filsafat. Bandung : PT Refika Aditama.
Abadi. 2010. http://ahnafiabadi.blogspot.com/2010/08/fenomenologi-edmund-husserl.html. Diakses
tanggal 21 Februari 2015.
.
http://fatonikeren.blogspot.com/2012/07/kontribusi-fenomenologi-terhadap-dunia.html. Diakses tanggal 20 Maret 2015.
Anonim.
2008. https://grelovejogja.wordpress.com/2008/12/18/kajian-epistemologi-charles-sanders-pierce-1839-1914/. Diakses tanggal 20 Maret 2015.
Anonim. 2010. http/www.id.wikipedia.org. Diakses tanggal 21 Februari 2015.
Anonim. 2010. http://psikologibebas.blogspot.com/2015/09/eksistensialisme.html. Diakses tanggal 20 Februari
2015.
Anonim. 2010. http://librarianshipumir.blogspot.com/2010/08/pendekatanpragmatisme.ht ml#
uds-search-results.
Diakses tanggal 21 Februari 2015.
Anonim.
2012. http://atthamimy.blogspot.com/2012/12/aliran-filsafat-pragmatisme.html. Diakses tanggal 20 Februari
2015.
Aprilia, Ebda. 2014. https://ebdaaprilia.wordpress.com/2014/09/22/makalah-filsafat-fenomenologi/. Diakses
tanggal 21 Februari 2015.
Ciptyasari,
Devi.
2014. http://deviciptyasari.blogspot.com/2014/01/martin-heidegger-1889-1976.html
Diakses tanggal 10 maret 2015.
Jaya.
2012. http://suhaimi-jaya.blogspot.com/2012/06/fenomenologi-max-scheler.html). Diakses tanggal 21 Februari 2015.
Khalilah,Stroyatul.2013.https://khalilahroyatul.wordpress.com/author/stroyatulkhalilah/page/3/. Diakses
tanggal 10 maret 2015.
Wattimena, Reza A.A.
2009. http://rumahfilsafat.com/2009/08/19/fenomenologi-edmund-husserl/. Diakses
tanggal 10 maret 2015.
How to win at casino with a bonus code: No deposit required
BalasHapusThe casino bonus code works like a $5 no 김포 출장마사지 deposit bonus, but 하남 출장마사지 it is 충청북도 출장마사지 free. It is a no deposit bonus, just a bonus 안성 출장안마 code. If 제주 출장마사지 you play