Sabtu, 07 November 2015

MAKALAH FILSAFAT KONTEMPORER



FILSAFAT KONTEMPORER
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Mata Kuliah: Filsafat Umum
Dosen pengampu: Dr. Anda Juanda, M.Pd.




Disusun oleh:
Kelompok 9
Hanifah Eka S
Melia Rahmah H
Nurul Syiam
Uswatun Sholiah
TIPA-Biologi C / Semester VI
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia tidak bisa dilepaskan dari peran ilmu. Periodesasi sejarah perkembangan ilmu sejak dari zaman klasik, zaman pertengahan, zaman modern dan zaman kontemporer.
Filsafat barat kontemporer ini muncul pada abad XX sebagai kritik dari filsafat modern, hal ini dapat terungkap dalam  istilah dekonstruksi, yang didekonstruksi oleh filsafat kontemporer ini adalah rasionalisme yang digunakan untuk membangun seluruh isi kebudayaan dunia barat. Obyek besar pokok kajian filsafat dalam abad kontemporer adalah ilmu (logosentris). Filsafat ilmu adalah salah satu bidang kajian filsafat yang banyak diminati pada abad kontemporer hingga sampai saat ini. Filsafat ilmu dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis ilmu pengetahuan.
Filsafat kontemporer termasuk membaca ulang, reinterpretasi, transformasi dan rekreasi yang merupakan kita sebagai manusia dari zaman awal sampai sejarah kita saat ini. Silsilah kita sekarang memungkinkan kita untuk maju, sehingga dalam mencari tambahan dan cara berpikir yang baru. Perlu diingat Filsafat Barat Kontemporer sangat Heterogen, karena profesionalisme yang semakin besar akibatnya muncul banyak filsuf yang ahli dibidang Matematika, Fisika, Psikologi, Sosiologi ataupun Ekonomi. Sehingga banyak pemikiran lama dihidupkan kembali seperti neothomisme, neokantianisme, neopositivisme dan sebagainya.
Dunia kontemporer menunjukkan organisasi logis yang semakin kompleks untuk memahami dan paradoks efek pada individu, seperti rasanya semakin tunduk pada logika, tetapi juga bebas untuk menafsirkan, mengekspresikan dan membangun individualitas mereka sendiri, daripada di masa lalu. Masalah-masalah yang dihadapi warga baik lokal maupun global adalah formulasi teoretis dalam sejumlah inti filsafat yang menimbulkan masalah baru yang jelas dan mendalam. Dan keterbatasan ini bukanlah refleksi dari realitas, tetapi pada dasarnya adalah sebuah dialog antara masa lalu dan sekarang dalam upaya untuk garis besar di masa depan.
Dalam makalah ini penulis  akan kemukakan sejarah munculnya filsafat kontemporer, serta aliran-aliran yang muncul pada abad ini yakni Pragmatisme, Eksistensialisme dan Fenomenologi. Dimana masing-masing aliran tersebut akan dijelaskan bagaimana riwayat hidup filosof, lalu ajaran dan karya kefilsafatannya, serta sumbangan aliran filsafat tersebut terhadap ilmu pengetahuan masa kini.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.        Bagaimana sejarah munculnya filsafat Kontemporer ?
2.        Apa yang dimaksud dengan Pragmatisme, Eksistensialisme, dan Fenomenologi ?
3.        Bagaimana riwayat hidup filosof dari masing-masing aliran Pragmatisme, Eksistensialisme dan Fenomenologi ?
4.        Jelaskan seperti apa ajaran dan karya kefilsafatan dari masing-masing aliran Pragmatisme, Eksistensialisme, dan Fenomenologi ?
5.        Bagaimana sumbangan filsafat dari masing-masing aliran Pragmatisme, Eksistensialisme dan Fenomenologi terhadap ilmu pengetahuan masa kini ?

C.  Tujuan Penulisan Makalah
            Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.        Mengetahui sejarah munculnya filsafat Kontemporer.
2.        Mengetahui pengertian Pragmatisme, Eksistensialisme dan Fenomenologi.
3.        Mengetahui riwayat hidup filosof dari masing-masing aliran Pragmatisme, Eksistensialisme dan Fenomenologi.
4.        Mengetahui ajaran dan karya kefilsafatan dari masing-masing aliran Pragmatisme, Eksistensialisme dan Fenomenologi.
5.        Mengetahui sumbangan filsafat dari masing-masing aliran Pragmatisme, Eksistensialisme dan Fenomenologi terhadap ilmu pengetahuan masa kini.




BAB II
FILSAFAT KONTEMPORER
Menurut Tafsir (2000: 9-10) secara etimologi filsafat merupakan kata serapan dari Yunani, Philoshopia, yang berarti ‘Philo’ adalah cinta, sedangkan ‘shopia’ berarti kebijaksanaan atau hikmah. Sehingga, dapat dikatakan bahwa cinta pada kebijaksanaan ilmu pengetahuan merupakan filsafat. Philo dalam arti luas yakni ingin dan berusaha mencapai apa yang diinginkannya, sedangakan Sophia berarti pengertian yang mendalam. Sehingga filsafat dapat diartikan sebagai keinginan yang mendalam untuk mendapatkan kebijakan atau keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak. Namun, ketika kita tilik dari segi praktisnya, berarti alam pikiran atau alam berfikir, berfilsafat artinya berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.
 Sedangkan kata “kontemporer” sendiri mempunyai korelasi sangat erat dengan “modern”. Dua kata yang tidak mempunyai penggalan masa secara pasti. “komtemporer” adalah semasa, pada masa yang sama dan kekinian. Semenatara “modern” adalah kini yang sudah lewat, tapi bersifat relevansif hingga sekarang. Karena tidak ada kepermanenan dalam era kontemperer, modern yang telah lewat dari kekinian tidak bisa disebut kontemporer.
Filsafat kontemporer menurut Salam (2008: 202) dapat diartikan dengan cara seperti itu, yaitu cara pandang dan berpikir mendalam menyangkut kehidupan pada masa saat ini. Filsafat kontemporer yang di awali pada awal abad ke-20, ditandai oleh variasi pemikiran filsafat yang sangat beragam dan kaya. Mulai dari analisis bahasa, kebudayaan (antara lain, Posmodernisme), kritik social, metodologi (fenomenologi, heremeutika, strukturalisme), filsafat hidup (Eksistensialisme), filsafat ilmu, sampai filsafat tentang perempuan (Feminisme). Oleh sebab itu salah satu ciri yang terdapat dalam filsafat ini mengagungkan nilai-nilai relatifitas dan mini narasi, dan lebih cenderung beragam dalam pemikiran.
Ciri filsafat kontemporer adalah sebagai reaksi dari berkembangnya filsafat modern yang semakin melenceng, pemikiran kontemporer ini berusaha mengkritik logosentrisme filsafat modern yang berusaha menjadikan rasio sebagai instrument utama. Oleh karenanya filsafat kontemporer merupakan ekstensifikasi dari pemikiran manusia dari hal-hal yang umum menjadi yang sangat khusus dan terkait dengan hal khusus lainnya.
Zaman kontempore ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan sangat pesat. Mulai dari penemuan computer, berbagai satelit komunikasi, internet dan sebagainya. Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuan kontemporer mengetahui hal yang sedikit, dan subspesialis atau super-spesialis, demikian pula bidang ilmu lain. Selain itu kecenderungan yang lain adalah sintesis antara bidang ilmu yang satu dengan yang lainnya, sehingga dihasilkannya ilmu yang baru seperti bioteknologi, (Surajiyo, 2013:89).

A.  Pragmatis
1.    Hakekat Pragmatis
Menurut Surajiyo (2012: 162) Pragmatisme berasal dari kata “pragma”  yang merupakan bahasa Yunani yang berarti tindakan atau perbuatan. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang lahir di Amerika Serikat sekitar tahun 1900, yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu dilihat dari apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya benar dengan berpengang pada logika pengamatan. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asalkan membawa akibat yang praktis dan kebenaran tersebut bermanfaat, (Hadiwijono, 1990:130).
Sedangkan menurut Sumarna (2004: 85) teori pragmatisme dapat disebut sebagai teori kebenaran yang paling baru. Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari para filosof berkebangsaan Amerika terhadap komunitas filsafat dunia. Teori ini muncul dengan background telah berkembangnya kemajuan- kemajuan ilmu pengetahuan pada abad ke 19 terutama setelah teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Menurut kelompok ini, suatu pernyataan dianggap benar jika melalui pengukuran ada atau tidak adanya kebenaran itu terhadap kehidupan praktis. Artinya suatu pernyataan menjadi benar apabila mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut sehingga dapat diketahui bahwa pragmatisme berpandangan bahwa suatu kebenaran adalah jika segala sesuatu memiliki fungsi dan manfaat bagi kehidupan. Contohnya menjadi seorang pendidik adalah kebenaran, jika memperoleh kenikmatan intelektual, mendapatkan gaji atau pun yang memiliki nilai kuantitatif atau kualitatif. Sebaliknya jika memberikan kemudharatan, maka tindakan tersebut bukan susatu kebenaran.



2.    Tokoh-Tokoh Filsafat Pragmatis
Tokoh-tokoh yang cukup aktif dalam pengembangan pragmatisme adalah: Charles Sanders Peirce, William James dan John Dewey. Pragmatisme mula-mula dikenalkan oleh Charles Sanders Peirce (1839-1914). Filosof Amerika yang pertama kali menggunakan pragmatisme sebagai metode filsafat, tetapi pengertian pragmatisme telah terdapat juga pada Socrates, Aristoteles, Barkeley, dan Human.
a.    Charles Sanders Peirce (1839-1914)
1)      Riwayat Hidup Charles Sanders Peirce
Peirce adalah seorang matematikus, fisikawan, filosof pendiri pragmatism. Dilahirkan di Cmbrigde, Massachausetts pada tahun 1839. Peirce mendalami filsafat dan logika hingga masa kerja pada instansi survei panata dan geodesi. Sebagai filosof yang sistematik, tulisan-tulisan Peirce mencakup hampir segala aspek filsafat.
Benjamin Peirce, ayah Charles Sanders Peirce adalah professor matematika di Universitas Harvard dan salah seorang pendiri “U.S. Coast and Geodetic Survey”. Peran Benjamin sangat besar dalam membangun Departemen Matematika di Harvard. Dari ayahnya, Charles Sanders Peirce memperoleh pendidikan awal yang mendorong dan menstimulus kiprah intelektualnya. Benjamin mengajar dengan melalui pendekatan kasus/problem yang meminta jawaban dari sang anak.Hal ini membekas dalam pemikiran filosofis dan masalah ilmu yang dihadapi Peirce di kemudian hari. (Anonim. 2008)
Sumbangannya yang terbesar Charles adalah dalam bidang logika, tetapi ia juga secara luas menulis tentang epistimologi, metode ilmiah, semiotics, metafisika, kosmologi, ontology, matematika dan sedikit tentang etika, agama, sejarah, dan fenomenologi. Berbagai buah pemikiran filsafatnya di dalam beberapa sistem yang merupakan fase-fase perkembangan kematangannnya dalam olah intelektual. Akan tetapi, semua itu menyatu dan menjadi konsep yang utuh. (Anonim. 2010).

2)   Ajaran dan Karya Kefilsafatan Charles Sanders Pierce
Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara/ pegangan dasar) itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan Edwards di dalam sebuah buku yang berjudul Background of American literary thought (1974) menjelaskan bahwa peirce memformulasikan (merumuskan) tiga prinsip-prinsip lain yang menjadi dasar bagi pragmatisme sebagai berikut:
1)   Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian opini manusia.
2)   Bahwa apa yang kita namakan “universal “ adalah yang pada akhirnya setuju dan mnerima keyakinan dari “community of knowers “.
3)   Bahwa filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan bahwa problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan matematika merupakan hal yang nyata bagi masyarakat (komunitas).
Karya-Karya Charles Sanders Pierce diantaranya :
1)   Collected Papers of Charles Sanders Peirce, 8vols. Edited by Charles Hartshorne, Paul Weiss, and Arthur Burks (Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, 1931-1958).2)
2)   The Essential Peirce, 2 vols. Edited by Nathan Houser, Christian Kloesel, and the Peirce Edition Project (Indiana University Press, Bloomington, Indiana, 1992,1998).
Pierce banyak memberikan sumbangan pemikiran yang penting bagi filsafat pragmatisme. Diantara sumbangan terpenting pemikiran kefilsafatan pragmatisme pierce adalah theory of meaning sebagai salah satu aspek epistimologi, khususnya implikasinya dalam bahasa. Pragmatism berusaha menemukan asal mula serta hakikat terdalam segala sesuatu merupakan kegiatan yang sangat menarik, meskipun kegiatantersebut luar biasa sulitnya. Penganut pragmatism menaruh perhatian pada praktik. Mereka memandang hidup manusia sebagai suatu perjuangan untuk hidup yang berlangsung terus-menerus dan yang terpenting ialah konsekuensi yang bersifat praktis. Konsekuensi tersebut eratsekali hubungannya dengan makna dan kebenaran, (Anonim, 2010).

b.    William James (1842-1910 M)
1)   Riwayat Hidup William James
W James lahir di New York tahun 1842 dan wafat tahun 1910. Anak Henry James, Sr. Ayahnya adalah seorang yang terkenal, yang berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Henry James, Sr. merupakan kepala rumah tangga yang memang menekankan kemajuan intelektual. Selain kaya, Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam mengembangkan. Ayah james mengembangkannya dengan mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan james penuh dengan masa belajar yang diberengi dengan usaha kreatif untuk menjawab berbgai masalah yang berkenaan dengan  kehidupan.
Pendidikan formalnya yang mula-mula tidak teratur. Dia mendapat tutor berkebangsaan Inggris, Prancis, Swiss, Jerman, dan Amerika. Akhirnya Dia memasuki Harvard Medical School  pada tahun 1864 dia memperoleh  Ph.D-nya pada tahun 1869. Akan tetapi, dia kurang tertarik pada praktik pengobatan. Kemudian  Beliau mengikuti studi di akademi seni dan kemudian pindah ke Falkutas Kedokteran di Harvard University. Usai kuliah James menjadi dosen kedokteran, psikologi dan filsafat. Selain dosen di Amerika James juga dosen di Inggris, (Fuadihsan, 2010: 172).
2)   Ajaran dan Karya Kefilsafatan William James (1842-1910 M)
William James (1842-1910) adalah tokoh yang paling bertanggung jawab yang membuat pragmatism menjadi terkenal diseluruh dunia. William James mengatakan bahwa secara ringkas pragmatism adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui. Pemikiran filsafatnya lahir karena dalam sepanjang hidupnya ia mengalamikonflik antara pandangan agam. Ia beranggapan bahwa masalah kebenaran tentangasal tujuan dan hakikat bagi orang Amerika adalah teoritis. James menginginkan hasilyang kongkret. (Muzairi, 2009:190)
Karya-karyanya antara lain, Tha Principles of Psychology (1890), Thee Will to Believe (1897), The Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatism (1907).
 Di dalam bukunya The Meaning of Truth yang berarti arti Kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh poengalaman berikutnya. Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya tergantung keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup.
Gerakan pragmatism meluncur seolah-olah akan menguasi filsafat abad ke-20. Pragmatism lebih banyak disangkutkan dengan James daripada dengan Peirce. James memang berbeda dengan Peirce. Peirce tidak bersedia menggunakan pragmatism dan filsafat ilmiahnya pada masalah penting yang vital seperti maslah agama, moral, atau kehidupan personal. Akan tetapi, justru disinilah filsafat pragmatism James memfokuskan diri. Bagi James kepercayaan bukanlah sekadar aturan-aturan bertindak atau idea yang dengannya kita siap untuk  bertindak. Kepercayaan adalah sesuatu yang berguna di dalam membuat sesuatuterjadi, dalam membuat sesuatu pasti benar. (Tafsir, 2000:194)

c.    John Dewey (1859-1952 M)
1)   Riwayat Hidup John Dewey
John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika, pendidik dan pengkritik sosial yang lahir di Burlington, Vermont dalam tahun 1859. Ia masuk ke Universitas Vermont dalam tahun 1875 dan mendapatkan gelar B.A. Ia kemudian melanjutkan kuliahnya di Universitas JonsHopkins, di mana dalam tahun 1884 ia meraih gelar doktornya dalam bidang filsafat di universitas tersebut. Di universitas terakhir ini, Dewey pernah mengikuti kuliah logika dari Pierce, orang yangmenggagas munculnya pragmatisme. Ia kemudian mendirikan Laboratory School yang dikenal dengan nama The Dewey School. Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari wiliam james, namun menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan james. Dewey adalah seorang yang prakmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta linkungannya  atau mengatur kehidupan manusia serta  aktifitasnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.
Sebagai pengikut filsafat pragmatism, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran- pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh karena itu, filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis, (Waris, 2009:57).
2)   Ajaran dan Karya Kefilsafatan John Dewey (1859-1952 M)
Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi. Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Menurutnya tak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergerak dan berubah, jika mengalami kesulitan, segera berfikir untuk mengatasi kesulitan itu. Olehkarena itu, berfikir merupakan alat (instrumen) untuk bertindak. Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai. Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan. (Hadiwidjono, 1990:321)
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini dianut oleh William James. Karya-karya Dewey banyak mempengaruhi corak berpikir Amerika. Pengaruhini juga banyak berasal dari buku-buku atau karya-karya yang dihasilkannya. Bukunya yang pertama yakni Psychology yang diterbitkan dalam tahun 1891. Dalam tahun1891, bukunya Outlines of a Critica Theory of Etics diterbitkan. Tiga tahun kemudian,1894, terbit lagi The Study Of Etics: A Syllabus, Logical Conditions of a Scientific Treatment of Morality (1903), dll.

3.    Sumbangan Filfafat Pragmatisme terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini
Diakui atau tidak, paham pragmatisme menjadi sangat berpengaruh dalam pola pikir bangsa Amerika Serikat. Pengaruh pragmatisme menjalar di segala aspek kehidupan, tidak terkecuali di dunia pendidikan. Salah satu tokoh sentral yang sangat berjasa dalam pengembangan pragmatisme pendidikan adalah John Dewey (1859-1952). Pragmatisme Dewey merupakan sintensis pemikiran-pemikiran Charles S.Pierce dan William James. Dewey mencapai popularitasnya di bidang logika, etika epistemologi, filsafat, politik, dan pendidikan. Tulisan ini sendiri selanjutnya akan mendeskripsikan pemikiran John Dewey tentang pragmatisme pendidikan misalnya,menitik beratkan pada penguasaan proses berpikir kritis daripada metode hafalan materi pelajaran. Liberalisme Dewey telah mempengaruhi bidang-bidang seperti religius, politik dan estetika. Hal ini juga bergesar pada ilmu pengetahuan sekaligus mewakilki potensi-potensi yang ada pada budaya Amerika. Dewey menganggap pentingnya pendidikan dalam rangka mengubah dan membaharui suatu masyarakat. Ia begitu percaya bahwa pendidikan dapat berfungsi sebagai sarana untuk peningkatan keberanian dan disposisi inteligensi yang terkonstitusi.
Filsafat tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, karena filsafat pendidikan merupakan rumusan secara jelas dan tegas membahas problema kehidupan mental dan moral dalam kaitannya dengan menghadapi tantangan dan kesulitan yang timbuldalam realitas sosial dewasa ini. Problema tersebut jelas memerlukan pemecahan sebagai solusinya. Pikiran dapat dipandang sebagai instrumen yang dapatmenyelesaikan problema dan kesulitan tersebut. (Anonim. 2012)
Teori James akan insting sangatlah bersifat individualis dan sangatlah kolot pada pelaksanaannya. Singkatnya, James menegaskan, dasar dari semua pendidikan adalah mengumpulkan semua insting asli yang dikenal oleh anak-anak, dan tujuan pendidikan adalah organisasi pengenalan kebiasaan sebagai bagian dari diri untuk menjadikan pribadi yang lebih baik. Sumbangan James yang paling berpengaruh terhadap metode pendidikan adalah hubungannya dengan susunan kebiasaan. James mengtakan: Hal yang paling utama, disemua tingkat pendidikan, adalah untuk membuat ketakutan kita menjadi sekutu bukan menjadi lawan. Untuk menemukan dan mengenali kebutuhan kita dan memenuhi kebutuhan dalam hidup. Untuk itu kita harus terbiasa, secepat mungkin, semampu kita, dan menjaga diri dari jalan yang memberi kerugian kepada kita, seperti kita menjaga diri dari penyakit. Semakin banyak dari hal itu didalam kehidupan sehari-hari yang dapat kita lakukan dengan terbiasa, semakin banyak kemampuan pemikiran kita yang dapat digunakan untuk hal yang penting lainnya.”
Sumbangan dari pragmatisme yang lain adalah dalam praktik demokrasi. Dalamkondisi ini pragmatisme memfokuskan pada kekuatan individu untuk meraih solusikreatif terhadap masalah yang dihadapi. Pandangan dan gagasan filsafat ilmu berkembang dalam dialektika yang sangat dinamis. Hal ini karena berbagai pemikiran baru muncul menggantikan konsep-konsep dan pikiran lama. (Anonim. 2010)

B.   Eksistensialisme
1.    Hakekat Eksistensialisme
Eksistensi berasal dari kata eks yang berarti keluar dan sistensi, yang diturunkan dari kata kerja sisto yang berarti berdiri atau menempatkan. Oleh karena itu eksistensi berarti manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya. Manusia sadar bahwa dirinya ada, (Hadiwijono, 1990: 148).
Menurut Surajiyo (2012:161) Eksistensialisme adalah filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal kepada eksistensi. Umumnya kata eksistensi berarti keberadaan, tetapi di dalam filsafat eksistensialisme ungkapan eksistensi mempunyai arti yang khusus yakni cara manusia berada di dalam dunia.
Eksistensialisme merupakan istilah pertama yang dirumuskan oleh ahli filsafat Jerman yaitu Martin Heidegger (1889-1976). Setelah selesai Perang Dunia Kedua, penulis-penulis Amerika (terutama wartawan) berbondong-bondong pergi menemui filosof eksistensialisme, misalnya mengunjungi filosof Jerman Martin Heidegger (1839) digubuknya yang terpencil di Pegunungan Alpe. Tatkala seorang filosof eksistensialisme, Jean Paul Sartre (lahir 1905), mengadakan perjalanan keliling Amerika, dia disebut oleh surat-surat kabar Amerika sebagai the King of Existentialism, (Tafsir, 2000: 217-218).
Menurut Rapar (1996: 116) Eksistensialisme adalah suatu filsafat yang menolak pemutlakan akal budi dan menolak pemikiran-pemikiran abstrak murni. Eksistensialisme berupaya untuk memahami manusia yang berada di dalam dunia atau disebut juga suatu filsafat keberadaan, suatu filsafat pembenaran dan penerimaan dan suatu penolakan terhadap usaha rasionalisasi pemikiran yang abstrak tentang kebenaran.
Munculnya filsafat eksistensialisme ini dari 2 orang ahli filsafat Soeran Kierkegaard dan Neitzche. Kedua tokoh diatas muncul karena adanya perang dunia pertama dan situasi Eropa pada saat itu, sehingga mereka tampil untuk menjawab pandangan tentang manusia,(Hadiwijono, 1990: 127).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa ketika berbicara mengenai eksistensialisme tentunya berbicara hakekat manusia dan segala sesuatu yang berkenaan dengan dirinya seperti bakat, keinginan, kebutuhan, kewajiban yang harus dikerjakan oleh manusia yang sebagai khalifah dimuka bumi dengan kata lain adalah manusia mempunyai potensi yang harus dikebangkannya. Manusia sebagai makhluk social harus dapat bertoleransi untuk dapat menjalin kehidupan yang harmoni dengan sesamanya, orang-orang yang berada di sekitarnya. Hal ini menyebabkan manusia harus belajar untuk dapat menghormati keinginan orang lain yang berarti manusia harus bias menekan sifat egonya. Contoh eksistensialisme salah satunya yakni sangat berhubungan dengan pendidikan karena pusat pembicaraan eksistensialisme adalah keberadaan manusia sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia.


2.    Tokoh-Tokoh Filsafat Eksistensialisme
a.    Soren Aabye Kierkegaard (1813 – 1855)
1)   Riwayat Hidup Soren Aabye Kierkegaard
Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark pada 5 Mei 1813 dan meninggal dunia tanggal 11 November 1855 saat berumur 42 tahun. Ayahnya, Michael Pedersen Kierkegaard, adalah seorang pedagang grosir yang menjual kain, pakaian, serta makanan dan seseorang yang sangat saleh. Ia yakin bahwa ia telah dikutuk Tuhan, dan karena itu ia percaya bahwa tak satupun dari anak-anaknya akan mencapai umumr melebihi usia Yesus Kristus, yaitu 33 tahun. Ia percaya bahwa dosa-dosa pribadinya, seperti misalnya mengutuki nama Allah pada masa mudanya dan kemungkinan juga menghamili ibu Kierkegaard di luar nikah, menyebabkan ia layak menerima hukuman ini. Meskipun banyak dari ketujuh anaknya meninggal dalam usia muda, ramalannya tidak terbukti ketika dua dari mereka melewati usia ini. Sedangkan ibu Soren Kierkegaard bernama Anne Sorensdatter Lund Kierkegard, (Hardiman, 2004:130).
Soren Kierkegaard merupakan anak terakhir dari ketujuh bersaudaranya. Ayah Kierkegaard meninggal dunia pada 9 Agustus 1838 pada usia 82 tahun. Sebelum ayahnya meninggal dunia, ayahnya meminta Soren agar menjadi pendeta. Saat itu Soren sangat merasa terbebani dengan permintaan dari ayahnya. Sebuah aspek penting dari kehidupan Kierkegaard (biasanya dianggap mempunyai pengaruh besar dalam karyanya) adalah pertunangannya yang putus dengan Regine Olsen (1822 - 1904). Kierkegaard berjumpa dengan Regine pada 8 Mei1837 dan segera tertarik kepadanya. Hingga akhirnya pada tanggal 8 September 1840, Søren resmi menikahi Regine. Namun pada akhirnya Søren merasakan kecewa dan melankolis dengan pernikahannya. Kurang dari satu tahun pernikahannya ia pun menyelesaikan pernikahannya dengan Regine. Dalam catatannya, Søren mengatakan bahwa sifat melankolis yang dimilikinya membuatnya tidak cocok untuk menikah. Walaupun sampai dia meninggal alasan mengapa dia menyelesaikan pernikahannya tidak jelas, (Anonim, 2015).
Soren Kierkegaard dianggap sebagai bapak filsuf eksistensialisme. Ajarannya beraliran eksistensialisme dan dia sangat bertentangan dengan Hegelian. 
2)   Ajaran dan Karya Kefilsafatan Soren Aabye Kierkegaard
Ajaran yang diberikan oleh Søren adalah mengenai eksistensialisme, Yang artinya adalah sebuah kebebasan yang bertanggung jawab, hal ini berpusat pada manusia individu. Kebebasan ini sering ditemukan oleh manusia. Karena setiap manusia menginginkan adnaya sebuah kebebasan tanpa memikirkan yang mana yang benar dan yang tidak benar. Sesungguhnya bukan mereka tidak memikirkan hal tersebut, melainkan mereka mengetahui batas kebebasannya masing-masing. Karena kebebasan bersifat relatif. Søren juga dikenal akan filsuf yang mengajarkan akan kecemasan dan keputusasaan eksistensial, (Sabda, 2012).
Ajaran-ajaran Soren  baru terkenal setelah berpuluh-puluh tahun setelah kematiannya. Karyanya tersebar di daerah Eropa, khususnya di daerah Denmark. Namun saat itu Gereja-Gereja di sekitar Denmark menolak akan adanya karya-karya Soren. Karena ada pengaruh akan karya yang dibuat oleh Søren  yang berjudul “Fear and Trembling”. Namun pada abad ke 20-an banyak filsuf yang ternyata menggunakan konsep Soren, mengenai pemahaman kecemasan, dan keputusasaan serta pentingnya individu manusia. Soren sangat bertentangan akan ajaran dari Hegelian. Sehingga dia sering menjadi kritikus akan ajaran Hegel. Pemikiran, sebagai kritik atas Hegel, menekankan pada aspek subjektivisme. Hal ini akan membuat individu melupakan tanggung jawab pribadinya secara etis, bahkan akan menghilangkan eksistensi, (Tafsir, 2000: 194).
Kierkegaard adalah seorang yang pada zamannya melancarkan reaksi terhadap hidup kemasyarakatan. Keadaan masyarakat pada waktu itu tidak menunjukkan sebuah usaha untuk memecahkan persoalan-persoalan praktis sehari-hari, serta mengabaikan perkara-perkara batiniah. Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang menjadi prinsip Kierkegaard, bahwasanya persoalan-persoalan praktis sehari-hari itulah yang justru menjadi persoalan hidup yang sebenarnya. Memang pada kenyataannya, sejak Kant hingga Hegel orang hanya membicarakan persoalan-persoalan besar yang bersifat umum, sedangkan untuk persoalan khusus dan praktis, pada umumnya orang berpendapat bahwa pemecahannya dapat diturunkan dari dasar-dasar yang umum itu. Kierkegaard kemudian menganggap Hegel mengaburkan hidup yang kongret, nmaka tak heran jika Kierkegaard meremehkan argumentasi abstrak mengenai metafisika yang spekulatif ala Hegel, (Hardiman, 2004:136).
Ada sebuah kalimat dari Søren Aabye Kierkegaard yang cukup menginspirasikan :“Apa yang dibutuhkan zaman ini bukanlah seorang jenius sebab jenius sudah cukup banyak. Yang dibutuhkan adalah martir, yang rela taat hingga mati untuk mengajarkan manusia agar taat hingga mati. Apa yang dibutuhkan zaman ini adalah kebangkitan. Dan karena itu suatu hari kelak, bukan hanya tulisan-tulisan saya tetapi juga seluruh hidup saya, seluruh misteri yang membangkitkan tanda tanya tentang mesin ini akan dipelajari dan dipelajari terus. Saya tidak akan pernah melupakan bagaimana Tuhan menolong saya dan karena itu adalah harapan saya terakhir bahwa segala sesuatunya adalah untuk kemuliaan-Nya ” —Søren Kierkegaard, Journals (20 November 1847). (Hardiman, 2004:138).
Banyak dari karya-karya Kierkegaard membahas masalah-masalah agama misalnya hakikat iman, lembaga Gereja Kristen, etika dan teologi Kristen, dan emosi serta perasaan individu ketika diperhadapkan dengan pilihan-pilihan eksistensial. Menurut Wiramihardja (2006:142) karya-karya Sorean diantaranya:
1)   Fear and Trembling (Frygt og Baeven) – 1844
Diambil dari contoh pengorbanan Ishak oleh Abraham. Yang dimaksudkan oleh Søren adalah ajaran atau kepercayaan bahwa segala tindakan disebabkan karena adanya tujuan yang ingin dicapai. Sampai akhirnya Soren befikir bahwa ini seperti tidak masuk akal karena manusia harus menaati perintah Allah. Namun itu merupakan ketaatan manusia kepada Allah.
2)   Either/Or (Enten/Eller) – 1843
Buku ini terdiri dari dua bagian yang mempertentangkan pandangan hidup yang estetis dengan yang etis. Karya yang panjang ini menampilkan catatan-catatan pribadi milik Søren. Karyanya yang ini berfungsi baik sebagai kritik ataupun parodi terhadap filsafat dari Hegelian. 
3)   Works Of Love (Kjerlighedens Gjerninger) – 1846
Sebuah buku yang meneliti perintah "Kasihilah sesamamu seperti kau mengasihi dirimu sendiri'. karyanya ini menjelaskan akan kekuatan cinta. Bagaimana manusia mecintai sesama, dan bagaimana cinta sejati tanpa keegoisan, yang mungkin hanya terjadi antara manusia dan Tuhan.
b.    Jean Paul Sartre (1905 – 1980)
1)   Riwayat Hidup Jean Paul Sartre
Paul Sartre lahir di Paris, Perancis, 21 Juni 1905 dan meninggal di Paris, 15 April1980 pada umur 74 tahun) adalah seorang filsuf dan penulis Perancis.Ia berasal dari keluarga Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar Angkatan Laut Prancis dan ibunya anak seorang guru besar yang mengajar bahasa modern di Universitas Sorbone. Ketika ia masih kecil ayahnya meninggal, terpaksa ia diasuh oleh ibunya dan dibesarkan oleh kakeknya. Di bawah pengaruh kakeknya ini, Sartre dididik secara mendalam untuk menekuni dunia ilmu pengetahuan dan bakat-bakatnya dikembangkan secara maksimal. Pengalaman masa kecil ini memberi ia banyak inspirasi. Diantaranya buku Les Most (kata-kata) berisi nada negatif terhadap hidup masa kanak-kanaknya. (Tafsir, 2000: 189).
Meski Sartre berasal dari keluarga Kristen protestan dan ia sendiri dibaptiskan menjadi katolik, namun dalam perkembangan pemikirannya ia justru tidak menganut agama apapun. Ia seorangatheis. Ia mengaku sama sekali tidak percaya lagi akan adanya Tuhan dan sikap ini muncul semenjak ia berusia 12 tahun. Bagi dia, dunia sastra adalah agama baru, karena itu ia menginginkan untuk menghabiskan hidupnya sebagai pengarang. Sartre tidak pernah kawin secara resmi, ia hidup bersama Simone de Beauvoir tanpa nikah. Mereka menolak menikah karena bagi mereka pernikahan itu dianggap suatu lembaga borjuis saja. Dalam perkembangan pemikirannya, ia berhaluan kiri. Sasaran kritiknya adalah kaum kapitalis dan tradisi masyarakat pada masa itu. Ia juga mengeritik idealisme dan para pemikir yang memuja idealisme, (Hardiman, 2004:192).
Sartre adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Ialah yang dianggap mengembangkan aliran eksistensialisme. Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi (L'existence précède l'essence). Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen- komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L'homme est condamné à être libre). Ia belajar pada Ecole Normale Superieur pada tahun 1924-1928. Setelah tamat dari sekolah itu. Pada tahun 1929 ia mengajarkan filsafat di beberapa Lycees, baik di Paris maupun di tempat lain. Dari tahun 1933 sampai tahun 1935 ia menjadi mahasiswa peneliti pada Institut Francais di Berlin dan di Universitas Freiburg. Tahun 1938 terbit novelnya yang berjudul La Nausee dan Le Mur terbit pada tahun 1939. Sejak itulah muncullah karya-karyanya yang lain dalam bidang filsafat, (Tafsir, 2000: 196).
Selain sebagai seorang guru besar, ia juga seorang pejuang. Dalam Perang Dunia Kedua ia menjadi salah seorang pemimpin pertahanan. Sebagai novelis dan dramawan namanya amat terkenal. Tahun 1964 ia menolak menerima hadiah Nobel dalam bidang kesusastraan (Burr dan Goldinger : 520). Sekalipun pada dasarnya buah pikirannya merupakan pengembangan pemikiran Kierkegaard, ia mengembangkannya sampai pada tahap yang amat jauh, (Tafsir, 2000: 197).
2)   Ajaran dan Karya Kefilsafatan Jean Paul Sartre
Menurut ajaran eksistensialisme, eksistensi manusia mendahului esensinya. Hal ini berbeda dari tumbuhan, hewan dan bebatuan yang esensinya mendahului eksistensinya, seandainya mereka mempunyai eksistensi. Di dalam filsafat idealisme, wujud nyata (existence) dianggap mengikuti hakikat (essence)-nya. Jadi hakikat manusia mempunyai ciri khas tertentu, dan ciri itu menyebabkan manusia berbeda dari makhluk lain, (Hanafi, 1990 : 90).
Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L'homme est condamné à être libre).
Eksistensi mendahului esensi´, begitulah selalu filosof-filosof eksistensialis berkata,´dan cara manusia bereksistensi berbeda dengan cara beradanya benda-benda. Karenanyamasalah Ada´ merupakan salah satu tema terpenting dalam tradisi eksistensialisme.Bagi Sartre, manusia menyadari Ada-nya dengan meniadakan (mengobjekkan) yang lainnya. Dari Edmund Husserl ia belajar tentang intensionalitas, yakni kesadaran manusiayang tidak pernah timbul dengan sendirinya, namun selalu merupakan ³kesadaran akansesuatu´. Baik kita ajukan contoh: Saat ini saya menyadari tengah duduk dalam sebuahforum diskusi, bersama dengan orang lain, serta benda-benda lain, sekaligus menyadari ahwa saya berbeda dengan orang lain, dan juga bukan sekedar benda. Saya meniadakan  (mengobjekkan orang dan benda lain). Begitulah kira-kira titik tolak filsafat Sartre. Untuk memperjelas masalah ini,ia menciptakan dua buah istilah;être-en-soi, danêtre-pour-soi. Dengan ini pula ia membedakan cara ber-Adanya manusia dengan cara beradanya benda-benda. (Hanafi, 1990 : 98).
Menurut pendapat saya jadi Salah satu keinginan manusia adalah meng-Ada sebagaimana keberadaan benda- benda. Mempunyai identitas dan esensi yang pasti. Celakanya, manusia memiliki kesadaran yang tak dimiliki benda-benda, karenanya mustahil bagi manusia untuk mempertahankan esensinya terus menerus. Cara beradanya benda tak punya kaitan dengan cara ber-ada manusia. Sementara manusia sebaliknya, karena sifatnya meniadakan terhadap hal lain, maka ia senantiasa berusaha untuk meniadakan orang dan benda lain. Tampaklah oleh kita bahwa pendapat Sartre tentang eksistensi manusia bukan sekedar hendak menjelaskan keadaan beradanya manusia ditengah manusia dan bukan manusia, lebih dari itu ia hendak menjelaskan tanggung jawab yang seharusnya dipikul oleh manusia.
Orang eksistensialisme berpendapat bahwa salah satu watak keberadaan manusia ialah takut. Takut itu datang dari kesadaran manusia tentang wujudnya di dunia ini. Sartre menyatakan, bila manusia menyadari dirinya berhadapan dengan sesuatu, menyadari ia telah memilih untuk berada, pada waktu itu juga ia telah bertanggung jawab untuk memutuskan bagi dirinya dan bagi keseluruhan manusia, dan pada saat itu pula manusia merasa tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab menyeluruh. Manusia itu merdeka, bebas. Oleh karena itu, ia harus bebas menentukan, memutuskan. Dalam menentukan, memutuskan, ia bertindak sendirian tanpa orang lain yang menolong atau bersamanya. Ia harus menentukan untuk dirinya dan untuk seluruh manusia. Oleh karena itu, menurut Sartre, demikian juga Heidegger. manusia tidak solider, tetapi soliter. Ia memikul berat dunia seorang diri. Kenyataan manusia, sebagaimana dinyatakan oleh Sartre adalah nasibnya diserahkan kepada dirinya sendiri dengan tiada bantuan sedikitpun. (Hadiwijono, 1990: 160).  
Karya- karya Jean Paul Sartre
              Menurut Wiramihardja (2006: 116) Hasil karya filsafatnya yang utama adalah “Being and Nothingness” (1943). Dalam diri (L’entre-en-soi) dan “ber-ada-untuk-diri” (L’entre-pour-soi).
a)  Berada dalam diri (L’entre-en-soi) adalah semacam berada an sich, berada itu sendiri. Filsafatnya berpangkal dari realitas yang ada, karna realitas yang ada itulah yang kita hadapi, kita tangkap, kita mengerti. Ada banyak yang berada, contoh: pohon, batu, binatang, manusia dan sebagainya. “Berada” disini mewujudkan ciri segala benda jasmaniah, materi.
b)  Beradauntukdiri (L’entre-pour-soi) ialah berada yang dengan sadar akan dirinya, yaitu cara berada manusia.
              Manusia mempunyai hubungan dengan keberadaannya, ia bertanggungjawab atas fakta bahwa ia ada, misalnya ia bertanggungjawab atas fakta, bahwa ia seorang pegawai, atau seorang pedagang, atau seorang pencuri dan sebagainya.Manusia adalah “berada-untuk-diri (L’entre-pour-soi)”. Oleh karena itu maka manusia terwujud karena “berada” itu meniadakan diri (seneantise). Manusia sebagai manusia, sebagai L’entre-pour-soi terdiri dari peniadaan. Ada dua peniadaan yaitu:
a)    Peniadaan lahiriah (Negation externe)
b)    Peniadaan batiniah (Negation interne)
Bahwa meja bukanlah kursi, hal ini tidak menyipatkan meja, artinya bahwa meja bukanlah kursi, tidak ditentukan dari dalam inilah yang disebut negation externe. Akan tetapi bahwa aku bukan orang yang berbakat seni, atau aku bukan seroang usahawan, dan lainnya, ini menunjukkan suatu negativitas yang menyipatkan diriku dari dalam, dengan konsekuensi akulah yang bertangung jawab atas diriku, (Wiramihardja, 2006: 119).
Hal yang “tidak ada” tidak mungkin berasal dari “berada-dalam-riri” (L’entre-en-soi), sebab “berada-dalam-diri” adalah penuh, padat, tertutup. Yang “tidak ada” ini berasal dari manusia. Manusia mengandung di dalamnya hal yang “tidak ada”. Di sini terdapat perbedaan dengan Heidegger. Menurut Sartre “eksistensi yang murni” adalah hal yang nyata. Eksistensi manusia adalah “ketiadaan”. Peniadaan ini terjadi terus menerus, dan ini mengakibatkan manusia berbuat, dan tiap perbuatan adalah perpindahan, dari semula menuju ke apa yang didepannya, ini adalah meniadakan masa lampau dan berusaha mencapai yang ‘belum ada” atau yang pada waktu itu “tidak ada”. Pada hakekatnya menurut Sartre: “berada- untuk-diri” sama dengan kebebasan, (Anonim, 2015)

3.    Sumbangan Filfafat Eksistensialisme terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini
Eksistensi manusia menunjukkan kesadaran manusia, terutama pada dirinya sendiri bahwa ia berhadapan dengan dunia. Konsep ini muncullah cirri lain hakikat keberadaan manusia. Orang Eksistensialisme berpendapat bahwa salah satu watak keberadaan manusia ialah takut.
Eksistensialisme telah memberikan sumbangan yang sangat besar bagi ilmu, terutama dalam membuka jalan terhadap kebutuan yang ditimbulkan oleh paham materialisme yang mengatakan bahwa : “manusia itu pada hakekatnya adalah barang material belaka, yang walaupun bentuknya lebih unggul, tetapi manusia itu adalah resultante dari proses-proses kimiawi”. Bagi eksistensialis, manusia itu tidak hanya sekedar material atau kesadaran, tetapi lebih daripada itu, (Wiramihardja,2006:142).
Eksistensialisme mengakui bahwa setiap individu memiliki keunikan masing-masing dan menganggap kebebasan sebagai sesuatu yang asasi bagi setiap individu dalam penentuan eksistensi diri sendiri. Karenanya eksistensialis mengajukan terhadap: gerakan totaliser, fasis dan komunis yang cenderung mengabaikan individu dalam kolektivisme dan massa. Pengaruh yang sangat menonjol eksistensialisme terhadap pendidikan modern dewasa ini adalah kesadaran terhadap adanya perbedaan eksitensial pada setiap individu siswa, dan timbulnya penghargaan terhadap kebebasan siswa dalam menentukan pilihannya.Eksistensialisme tidak menyukai pendidikan yang menyajikan program menurut kelompok seperti program pendidikan formal di sekolah dewasa ini, karena bagi eksistensialis program kelompok semacam itu berarti telah mengikari eksistensi siswa sebagai individu. Eksistensialisme tidak menyukai pendidikan profesi, misalnya pendidikan kejuruan atau pendidikan spesialis di pendidikan tinggi. Eksistensialis menganggap pendidikan profesi mempunyai sasaran utama pada pencarian obyektivitas, logika dan intelektualitas, dan kurang mengenai sasaran emosi, estetika dan moral yang merupakan kepentingan pokok eksistensialisme. Eksistensialisme mengingatkan bahwa ilmu hendaknya tidak menjadi sasaran atau tujuan pendidikan, tetapi ilmu itu harus ditempatkan secara proposional, hanya sebagai alat dalam pengembangan eksistensi manusia. (Hardiman, 2004:150).

B.   Fenomenologi
1.    Hakekat Fenomenologi
Menurut Salam (2008 : 204) fenomenologi adalah studi tentang Phenomenon. Kata ini berasal dari bahasa Yunani Phainein berarti menunjukkan. Dari kata ini timbul kata Pheinomenon berarti yang muncul dalam kesadaran manusia. Dalam fenomenologi, ditetapkan bahwa setiap gambaran pikir dalam pikiran sadar manusia, menunjukkan pada suatu hal keadaan yang disebut intentional (berdasarkan niat atau keinginan).
Sedangkan menurut Surajiyo (2012 : 162) kata fenomenologi berasal dari kata Yunani fenomenon, yaitu suatu yang tampak, yang terlihat karena bercahaya, yang didalam bahasa Indonesia disebut gejala. Sehingga fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena, atau gejala sesuatu yang menampakkan diri.
Secara harfiah, fenomenologi atau fenomenalisme adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa fenomenalisme adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Fenomenalisme juga adalah suatu metode pemikiran. Fenomenologi merupakan sebuah aliran yang berpendapat bahwa, hasrat yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya dapat dicapai melalui pengamatan terhadap fenomena atau pertemuan kita dengan realita. Karenanya, sesuatu yang terdapat dalam diri kita akan merangsang alat inderawi yang kemudian diterima oleh akal ( otak ) dalam bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Penalaran inilah yang dapat membuat manusia mampu berpikir secara kritis, (Khalilah, 2013).
Fenomenologi merupakan kajian tentang bagaimana manusia sebagai subyek memaknai obyek-obyek di sekitarnya. Pada intinya, bahwa aliran fenomenologi mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita ketahui sekarang ini merupakan pengetahuan yang kita ketahui sebelumnya melalui hal-hal yang pernah kita lihat, rasa, dengar oleh alat indera kita. Fenomenologi merupakan suatu pengetahuan tentang kesadaran murni yang dialami manusia, (Wattimena, 2009).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa fenomenologi berarti ilmu tentang gejala-gejala (fenomena) apa saja yang nampak. Sebuah pendekatan filsafat yang berpusat pada analisi terhadap gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita. Adapun gejala-gejala yang tampak berdasarkan kehidupan sehari-hari misalnya kejadian siang dan malam.


2.    Tokoh-Tokoh Filsafat Fenomenologi
b.    Edmund Husserl (1859-1938)
1)   Riwayat Hidup Edmund Husserl
Edmund Husserl adalah seorang ahli ilmu pasti dan profesor Filsafat dari Universitas Freiburg di Breisgau (Jerman Selatan) kira-kira satu abad yang lalu, lahir di Prestejov (dahulu Prossnitz) di Czechoslovakia 8 April 1859 dari keluarga Yahudi. Di universitas ia belajar ilmu alam, ilmu falak, matematika, dan filsafat. Mula-mula di Leipzig kemudian juga di Berlin dan Wina. Di Wina ia tertarik pada filsafat dari Brentano. Dia mengajar di Universitas Halle dari tahun 1886-1901, kemudian di Gottingen sampai tahun 1916 dan akhirnya di Freiburg. Ia juga sebagai dosen tamu di Berlin, London, Paris, dan Amsterdam, dan Prahara. Husserl terkenal dengan metode yang diciptakan olehnya yakni metode “Fenomenologi” yang oleh murid-muridnya diperkembangkan lebih lanjut. Husserl meninggal tahun 1938 di Freiburg. Untuk menyelamatkan warisan intelektualnya dari kaum Nazi, semua buku dan catatannya dibawa ke Universitas Leuven di Belgia, (Abadi, 2010).
2)   Ajaran dan Karya Kefilsafatan Edmund Husserl
Menurut Husserl, memahami fenomenologi sebagai suatu metode dan ajaran filsafat. Sebagai metode, Husserl membentangkan langkah-langkah yang harus diambil agar sampai pada fenomeno yang murni. Untuk melakukan itu, harus dimulai dengan subjek (manusia) serta kesadarannya dan berusaha untuk kembali pada kesadaran murni. Sedangkan sebagai filsafat, fenomenologi memberikan pengetahuan yang perlu dan essensial tentang apa yang ada.
Metode fenomenologi menurut Husserl, menekankan satu hal penting yaitu, penundaan keputusan. Penundaan keputusan harus ditunda (epoche) atau dikurung (bracketing) untuk memahami fenomena. Pengetahuan yang kita miliki tentang fenomena itu harus kita tinggalkan atau lepaskan dulu, agar fenomena itu dapat menampakkan dirinya sendiri. Untuk memahami filsafat Husserl ada beberapa kata kunci yang perlu diketahui. Diantaranya: 1) Fenomena adalah realitas esensi atau dalam fenomena terkandung pula nomena (sesuatu yang berada di balik fenomena), 2) Pengamatan adalah aktivitas spiritual atau rohani, 3) Kesadaran adalah sesuatu yang intensional terbuka dan terarah pada subjek 4) Substansi adalah kongkret yang menggambarkan isi dan stuktur kenyataan dan sekaligus bisa terjangkau.
Namun, menurut para pengikut fenomenologi suatu fenomena tidak selalu harus dapat diamati dengan indera. Sebab, fenomena dapat juga dilihat atau ditilik secara ruhani tanpa melewati indera, fenomena tidak perlu suatu peristiwa, (Aprilia, 2014).
Karya- karya Edmund Husserl antara lain.
a)    Logische Untersucgsuchugen I dan II (Penyelidikan-penyelidikan logis)tahun 1900-1901. Bertujuan agar dapat mempelajari struktur kesadaran, karena itu harus dibedakan antara tindakan dari kesadaran dan fenomena di mana diarahkan (obyek memakai diri sendiri).
b)   Ideen zu einer reinen Phanomenologie und Phanomenologischen Philosophie, 1913 (Gagasan-gagasan untuk suatu fenomenolgi murni dan suatu filsafat fenomenologis). Untuk pertama kalinya terkuak kecenderungan idealistik ini. Seorang fenomenolog harus secara sangat cermat “menempatkan di antara tanda kurung”, artinya kenyataan di antara dunia luar. Yang utama ialah fenomenanya, dan fenomena ini hanya tampil dalam kesadaran.
c)    Meditations Cartesiennes, 1931 (Renungan-renungan Kartesian). Dalam buku ini dibahas beberapa permenungan Kartesian, di mana semakin lama semakin penting. “Aku bertolak dari kesadaranku untuk menemukan kesadaran transedental (prinsip dasar dari pemahaman murni yang melampaui atau mengatasi batas-batas pengalaman), (Abadi, 2010).

c.    Max Scheller (1874-1928)
1)   Riwayat Hidup Max Scheller
Max Scheler dilahirkan di Munich, Jerman pada tanggal 22 Agustus 1874. Ayahnya seorang Lutheran dan ibunya seorang Yahudi Ortodoks. Sebagai seorang anak remaja, ia masuk Katolik, karena ketertarikkannya pada ajaran mengenai cinta. Scheler belajar ilmu kedokteran di Munchen dan Berlin, Filsafat dan Sosiologi pada W.Dilthey dan G.Simmel pada tahun 1895. Ia memperoleh gelar doktornya pada tahun 1897. Setelah belajar di Munchen, Berlin, Heildelberg dan Jena, ia kemudian menjabat sebagai dosen privat di Jena dan Munchen pada tahun 1899. Seluruh hidupnya, Scheler memiliki pemikiran yang begitu berpengaruh bagi filsafat pragmatisme Amerika. Pada tahun 1902, ia bertemu bertemu dengan Edmund Hursell seorang fenomenolog untuk pertama kalinya di Halle. Scheler tidak pernah menjadi murid Hursell. Akan tetapi, perjumpaan dengannya memberikan pengaruh yang besar bagi Scheler. Scheler menjadi seorang fenomenolog yang getol  menyebarluaskan ajaran Hursell ini. Dari tahun 1907-1910 ia mengajar pada universitas di Munchen. Ia bergabung dengan lingkungan fenomenolog Munchen diantaranya M.Beck, Th. Conrad, J. Daubert, M.Geiger. D.Y Hildebrand, Th.Lipps, and A. Pfaender, (Jaya, 2012).
2)   Ajaran dan Karya Kefilsafatan Max Scheller
Scheller berpendapat bahwa metode fenomenologi sama dengan cara tertentu untuk memandang realitas. Dalam hubungan ini kita mengadakan hubungan langsung dengan realitas berdasarkan intuisi (pengalaman fenomenologi).
Menurutnya ada 3 fakta yang memegang peranan penting dalam pengalaman filsafat. Diantaranya:
a)    Fakta natural, yaitu berdasarkan pengalaman inderawi yang menyangkut benda-benda yang nampak dalam pengalaman biasa.
b)   Fakta ilmiah, yaitu yang mulai melepas diri dari penerapan inderawi yang langsung dan semakin abstrak.
c)    Fakta fenomenologis, merupakan isi intuitif yang merupakan hakikat dari pengalaman langsung.
Filsafat Max Scheler dibagi ke dalam dua periode: Periode pertama rentang waktunya di mulai antara disertasinya pada tahun 1897 hingga karyanya On the eternal in Man (manusia dalam keabadian) pada tahun 1920/1922—volume I-VII. Sedangkan pada periode kedua, masa-masa dari tahun 1920/1922 hingga 1928 yang terangkum dalam Vol. VIII-XV.
Dalam periode pertama, karyanya yang paling menonjol adalah penyelidikannya mengenai nilai-etika, perasaan, agama, dan teori politik. Dalam tahun-tahun ini ada dua karya besar yang dihasilkannya, The Nature of Sympathy dan Formalisme Etics dan non- Formal etichs of Vlues. Dari karya-karyanya ini, Scheler memusatkan perhatiannya pada, perasaan manusia, cinta, dan kodrat manusia. Ia memperlihatkan bahwa ego, akal budi dan kesadaran manusia mengisyarakan lingkungan manusia dan menyangkal sebuah kemurnian ego, kemurnian akal budi, atau kemurnian kesadaran. Di sini, Scheler mengkritik apa yang telah ada sebelumnya yakni apa yang diajarkan oleh Husserl, Kant, dan Idealisme Jerman. Bagi Scheler, ego, akal budi dan kesadaran adalah hati manusia yang merupakan tempat duduk dari cinta lebih dari pada sebuah ego yang transcendent, akal budi, kehendak atau penginderaan. Dari sini mengalirlah sebuah prinsip yang besar yang melewati seluruh periode pertama ini: perasaan dan cinta memiliki logikanya di dalam diri mereka sendiri, yang sungguh-sungguh berbeda dari logika akal budi. Di sini Scheler mengikuti Blaine Pascalfilsuf dan matematikawan asal Perancis.
Dalam periode kedua (1920/1922-1928). Scheler menentang ide mengenai Tuhan sebagai Pencipta. Baginya, dewa, manusia dan dunia adalah satu bentuk yang “menjadi ada” karena proses penyatuan yang terjadi dalam waktu yang absolut. Waktu yang Absolut bukanlah waktu yang dapat diukur dengan waktu atau jam yang digunakan oleh ilmu pengetahuan dan dalam kehidupan sehari-hari. Waktu absolut mirip waktu yang lewat ketika kita tidak berpikir mengenai waktu, (Jaya, 2012).

d.    Martin Heidegger (1889-1976)
1)   Riwayat Hidup Martin Heidegger
Martin Heidegger adalah seorang filusuf Jerman yang karyanya terkait dengan Fenomenologi dan Eksistensialisme. Heidegger lahir pada tanggal 26 September 1889 di Messkirch, Jerman. Ia tumbuh dan dibesarkan dalam tradisi Katholik Roma yang ketat, dimana ayahnya bertugas sebagai koster pada gereja Katholik Santo Martinus. Ia mengikuti sekolah menengah di Konstanz dan Freiburg Im Breisgau. Pada tahun 1909 ia masuk universitas Freiburg untuk belajar di Fakultas Teologi. Setelah mempelajari Teologi selama 4 semester, ia mengubah haluan dan mengerahkan seluruh perhatiannya kepada studi filsafat, ditambah dengan kuliah-kuliah tentang ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan social. Heidegger memperoleh gelar doktor filsafat pada tahun 1913 dengan disertasi tentang Die Lehre Vom Urteil Im Psychologismus (ajaran tentang putusan dalam psikologisme).
Pada tahun 1916 Heidegger mulai belajar filsafat Fenomenologi kepada Husserl, bahkan kemudian ia menjadi asistennya. Disamping itu selama tahun 1916-1919, Heidegger mencoba mengkaji dogma-dogma katholik yang rigid dan mengerakkan dogma-dogma tersebut ke faham protestan liberal. Tahun 1923 ia diangkat menjadi profesor filsafat di universitas Marburg, disini ia menerbitkan karyanya yang pertama yaitu Being and Time (Sein Und Zeit) tahun 1927. Dia kembali ke Freiburg pada tahun 1928 untuk menggantikan Edmund Husserl. Pada tahun 1933 dia memperoleh jabatan Rektor pada unversitas Freiburg. Dia meninggal pada tanggal 26 Mei 1976, (Ciptyasari, 2014).
2)   Ajaran dan Karya Kefilsafatan Martin Heidegger
Menurut Heidegger, manusia itu terbuka bagi dunianya dan sesamanya. Kemampuan seseorang untuk bereksistensi dengan hal-hal yang ada di luar dirinya karena memiliki kemampuan seperti kepekaan, pengertian, pemahaman, perkataan atau pembicaraan.
Bagi heidegger untuk mencapai manusia utuh maka manusia harus merealisasikan segala potensinya meski dalam kenyataannya seseorang itu tidak mampu merealisasikannya. Ia tetap sekuat tenaga tidak pantang menyerah dan selalu bertanggungjawab atas potensi yang  belum teraktualisasikan.
Dalam persfektif yang lain mengenai sesosok Heidegger menjadi salah satu filsafat yang fenomenal yaitu bahwa ia mengemukakan tentang konsep suasana hati (mood). Seperti yang kita ketahui bahwa dengan suasana hatilah kita diatur oleh dunia kita, bukan dalam pendirian pengetahuan observasional yang berjarak. Biasanya, dengan posisi kita yang sedang bersahabat dengan suasana hati, maka kita akan bisa mengenali diri kita yang sesungguhnya. Karena suasana hati bisa menjadi tolak ukur untuk mengetahui hakikat diri dengan banyaknya pertanyaan yang muncul seperti pencarian jati diri siapa kita sesungguhnya, apa kemampuan kita, dan apa kekurangan atau kelebihan yang kita miliki, bagaimanakah kehidupan kita yang selanjutnya dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Konsep inilah yang menguatkan pendapat banyak orang mengenai sesosok orang yang mampu melihat noumena dan phenoumena.
Karyanya yang pertama yaitu Being and Time (Sein Und Zeit) tahun 1927. Dimana ia mencoba untuk mengakses Being (Sein) dengan melalui analisis Fenomenologis tentang eksistensi manusia (Dasein) yang berkenaan ke karakter duniawi dan sejarah manusia. Dalam Being And Time Heidegger menyatakan bahwa studi tentang diri kita atau Dasein (berada-ada) adalah perkara penting untuk menanyakan makna keberadaan. Dia kembali ke Freiburg pada tahun 1928 untuk menggantikan Edmund Husserl. Pada tahun 1933 dia memperoleh jabatan Rektor pada unversitas Freiburg. Dia meninggal pada tanggal 26 Mei 1976. Disamping karya monumentalnya Sein Un Zeit, Heidegger juga menerbitkan banyak karya lagi yang kebanyakan menyajikan salah satu ceramah atau serangkaian ceramah yang pernah dibawakannya seperti Kant Und Das Problem Der Metaphysic (Kant dan Problem Metafisik, 1929), Was Ist Differanz (Identitas dan Perbedaan, 1957) dan masih banyak karyanya yang lain, (Ciptyasari, 2014).

3.    Sumbangan Filfafat Fenomenolosi terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini
          Memperbincangkan fenomenologi tidak bisa ditinggalkan pembicaraan mengenai konsep Lebenswelt (“dunia kehidupan”). Konsep ini penting artinya, sebagai usaha memperluas konteks ilmu pengetahuan atau membuka jalur metodologi baru bagi ilmu-ilmu sosial serta untuk menyelamatkan subjek pengetahuan, (Achmad, 2012).
          Edmund Husserl, dalam karyanya, The Crisis of European Science and Transcendental Phenomenology, menyatakan bahwa konsep “dunia kehidupan” (lebenswelt ) merupakan konsep yang dapat menjadi dasar bagi (mengatasi) ilmu pengetahuan yang tengah mengalami krisis akibat pola pikir positivistik dan saintistik, yang pada prinsipnya memandang semesta sebagai sesuatu yang teratur – mekanis seperti halnya kerja mekanis jam. Akibatnya adalah terjadinya ‘matematisasi alam’, alam dipahami sebagai keteraturan (angka-angka). Pendekatan ini telah mendehumanisasi pengalaman manusia karena para saintis telah menerjemahkan pengalaman manusia ke formula-formula impersonal. (Anonim, 2014)
          Dunia kehidupan dalam pengertian Husserl bisa dipahami kurang lebih dunia sebagaimana manusia menghayati dalam spontanitasnya, sebagai basis tindakan komunikasi antar subjek. Dunia kehidupan ini adalah unsur-unsur sehari-hari yang membentuk kenyataan seseorang, yakni unsur dunia sehari-hari yang ia alami dan jalani, sebelum ia menteorikannya atau merefleksikannya secara filosofis.
          Konsep dunia kehidupan ini dapat memberikan inspirasi yang sangat kaya kepada ilmu-ilmu sosial,  karena ilmu-ilmu ini menafsirkan suatu dunia, yaitu dunia sosial. Dunia kehidupan sosial ini tak dapat diketahui begitu saja lewat observasi seperti dalam eksperimen ilmu-ilmu alam, melainkan terutama melalui pemahaman (verstehen ). Apa yang ingin ditemukan dalam dunia sosial adalah makna, bukan kausalitas yang niscaya.
          Demikianlah, dunia kehidupan sosial merupakan sumbangan dari fenomenologi, yang menempatkan fenomena sosial sebagai sistem simbol yang harus dipahami dalam kerangka konteks sosio-kultur yang membangunnya. Ini artinya unsur subjek dilihat sebagai bagian tak terpisahkan dari proses terciptanya suatu ilmu pengetahuan sekaligus mendapatkan dukungan metodologisnya, (Aprilia, 2014).
           

















BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Berdasarkan materi yang telah dipaparkan dapat disimpulkan, sebagai berikut :
1.        Filsafat Kontemporer yaitu cara pandang dan berpikir mendalam menyangkut kehidupan pada masa saat ini.
2.        Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya benar dengan berpengang pada logika pengamatan. Eksistensialisme adalah filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal kepada eksistensi. Fenomenologi adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa fenomenalisme adalah sumber pengetahuan dan kebenaran.
3.        Tokoh-tokoh yang cukup aktif dalam pengembangan pragmatisme adalah: Charles Sanders Peirce, William James dan John Dewey. Pragmatisme mula-mula dikenalkan oleh Charles Sanders Peirce (1839-1914).
4.        Aliran pemikiran eksistensialisme ini muncul pada abad ke-19 dan ke-20 dan di pelopori oleh seorang berketurunan Yahudi, Jean-Paul Satre.
5.        Tokoh-tokoh yang berperan dalm fenomenologi yakni Edmund Husserl (1859-1938), Max Scheller (1874-1928), Martin Heidegger (1889-1976), Maurice Merlean-ponty (1908-1961), dan Maurice Merlean-ponty (1908-1961).
6.        Ajaran beberapa tokoh pragmatisme, Charles Sanders Pierce (1839-1914) Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara/ pegangan dasar) itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita.William James (1842-1910) adalah tokoh yang paling bertanggung jawab yang membuat pragmatism menjadi terkenal diseluruh dunia. William James mengatakan bahwa secara ringkas pragmatism adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui. Menurut John Dewey filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.
7.        Ajaran eksistensialisme menurut beberpa tokoh yakni, ajaran yang diberikan oleh Søren adalah mengenai eksistensialisme, Yang artinya adalah sebuah kebebasan yang bertanggung jawab, hal ini berpusat pada manusia individu. Sedangkan menurut jean berdasarkan ajaran eksistensialisme, eksistensi manusia mendahului esensinya. Hal ini berbeda dari tumbuhan, hewan dan bebatuan yang esensinya mendahului eksistensinya, seandainya mereka mempunyai eksistensi.
8.        Ajaran fenomenologi menurut beberapa tokoh yakni,  menurut Husserl memahami fenomenologi sebagai suatu metode dan ajaran filsafat. Sebagai metode, Husserl membentangkan langkah-langkah yang harus diambil agar sampai pada fenomeno yang murni. Scheller berpendapat bahwa metode fenomenologi sama dengan cara tertentu untuk memandang realitas. Menurut Heidegger, manusia itu terbuka bagi dunianya dan sesamanya. Sebagaimana halnya Husserl, ia yakin seorang filosof benar-benar harus memulai kegiatannya dengan meneliti pengalaman.
9.        Karya-karya tokoh pragmatisme Collected Papers of Charles Sanders Peirce, 8vols. Edited by Charles Hartshorne, Paul Weiss, and Arthur Burks (Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, 1931-1958).2), Tha Principles of Psychology (1890), Psychology(1981).


















DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro. 2010. Filsafat umum. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.
FuadIhsan.  2010.  Filsafat Ilmu. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Hadiwijono, Harun. 1990. Sari Sejarah Filsafat Barat II. Yogyakarta : Kanisius.
Hanafi, Ahmad. 1990. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta : Bulan Bintang.
Hardiman, Budi F. 2004. Filsafat Modern. Jakarta : Gramedia.
Maksum, Ali. 1996. Pengantar Filsafat; dari Masa klasik hingga  Postmodernisme. Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA.
Muzairi. 2009. Filsafat Umum. Yogyakarta : Teras.   
Rapar, Jan H. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Kanisius.
Tafsir, Ahmad. 2000. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Salam, Burhanuddin. 2008. Pengantar Filsafat. Jakarta : Bumi Aksara.
Sumarna, Cecep. 2004. Filsafat Ilmu Dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung : Pustaka Bani Quraisy.
Surajiyo. 2012. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Surajiyo. 2013. Filsafat Umum dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara.
Waris. 2009. FilsafatUmum. Ponorogo : STAIN Po Press.
Wiramihardja, Sutardjo A. 2006.  Pengantar Filsafat. Bandung : PT Refika Aditama.
Abadi. 2010. http://ahnafiabadi.blogspot.com/2010/08/fenomenologi-edmund-husserl.html. Diakses tanggal 21 Februari 2015.
Anonim. 2010. http/www.id.wikipedia.org. Diakses tanggal 21 Februari 2015.
Anonim. 2010. http://psikologibebas.blogspot.com/2015/09/eksistensialisme.html. Diakses tanggal 20 Februari 2015.
Anonim. 2012. http://atthamimy.blogspot.com/2012/12/aliran-filsafat-pragmatisme.html. Diakses tanggal 20 Februari 2015.
Anonim, 2015. http://id.wikipedia.org/wiki/Eksistensialisme. Diakses tanggal 20 Maret 2015.
Aprilia, Ebda. 2014. https://ebdaaprilia.wordpress.com/2014/09/22/makalah-filsafat-fenomenologi/.  Diakses tanggal 21 Februari 2015.
Ciptyasari, Devi. 2014. http://deviciptyasari.blogspot.com/2014/01/martin-heidegger-1889-1976.html Diakses tanggal 10 maret 2015.
Khalilah,Stroyatul.2013.https://khalilahroyatul.wordpress.com/author/stroyatulkhalilah/page/3/. Diakses tanggal 10 maret 2015.
Sabda. 2012. http://sabda.org/biokristi/soren_kierkegaard.html. Diakses tanggal 20 Februari 2015.
Wattimena, Reza A.A. 2009. http://rumahfilsafat.com/2009/08/19/fenomenologi-edmund-husserl/. Diakses tanggal 10 maret 2015.




1 komentar:

  1. How to win at casino with a bonus code: No deposit required
    The casino bonus code works like a $5 no 김포 출장마사지 deposit bonus, but 하남 출장마사지 it is 충청북도 출장마사지 free. It is a no deposit bonus, just a bonus 안성 출장안마 code. If 제주 출장마사지 you play

    BalasHapus