Pendekatan Ekologi dan
Upaya Melindungi Keanekaragaman Hayati
Hutan sebagai
bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam
berbagai aspek kehidupan sosial dan pembangunan lingkungan hidup.
Telah diterima sebagai kesepakatan internasional bahwa hutan yang berfungsi
penting bagi kehidupan dunia, harus dibina dan dilindungi dari berbagai
tindakan yang berakibat rusaknya ekosistem dunia. Hutan memiliki berbagai
manfaat bagi kehidupan. Manfaat hutan tersebut peroleh apabila hutan
terjamin eksistensinya sehingga dapat berfungsi secara optimal.
Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan memberikan
peranan nyata apabila pengelolaan sumberdaya alam berupa hutan
seiring dengan upaya pelestarian guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
(Zain, 1997)
Ekologi
membahas hubungan timbal balik antara manusia dangan lingkungan hidupnya,
dimana selalu terjadi interaksi antara keduanya. Interaksi itu terjadi karena
mereka saling membutuhkan, saling mempengaruhi, dan saling membentuk.Karena itu
sesungguhnya terdapat saling ketergantungan antara manusia dengan lingkungan
hidupnya. Selanjutnya manusia dengan lingkungan hidupnya terdiri atas berbagai
macam makhluk hidup beserta benda tak hidup membentuk suatu ekosistem, dimana
masing-masing merupakan suatu sub ekosistem yang mempunyai fungsi masing-masing
dalam satu kesatuan yang utuh. Kerusakan pada salah satu sub ekosistem akan
mempengaruhi ekosistem yang lain termasuk manusia. (Departemen Kehutanan, 2002)
Oleh karena itu
pendekatan ekologi dalam operasionalisasi untuk senantiasa memelihara
kelestarian lingkungan hidup dan keseimbangan ekosistem (pembangunan yang
berwawasan lingkungan). Menurut Departemen kehutanan (2002) pembangunan yang
merusak lingkungan dan menganggu keseimbangan ekosistem harus dicegah sehingga
tidak mengakibatkan bencana bagi masyarakat kini dan generasi mendatang.
Cara Melindungi
Keanekaragaman Hayati menurut Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan
sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk
menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Menurut Zain
(1997) konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui
kegiatan :
1. Perlindungan
sistem penyangga kehidupan
2. Pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
3. Pemanfaatan
secara lestari sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya.
Usaha untuk memperoleh manfaat yang setinggi-tingginya dari sumber-daya alam sering mengakibatkan menurunnya kemampuan sumberdaya alam yang bersangkutan bahkan terkadang dapat mengakibatkan kepunahan dari sumberdaya alam tersebut. Belum semua sumber plasma nutfah yang ada di sekitar kita dapat dimanfaatkan. Dengan usaha penelitian yang lebih baik di masa depan akan diketahui sumber plasma nutfah bagi manusia yang dikembangkan pemanfaatannya. Khususnya pada beberapa sumberdaya alam yang kini sudah diketahui manfaatnya namun masih belum dapat diolah atau dibudidayakan.
Usaha untuk memperoleh manfaat yang setinggi-tingginya dari sumber-daya alam sering mengakibatkan menurunnya kemampuan sumberdaya alam yang bersangkutan bahkan terkadang dapat mengakibatkan kepunahan dari sumberdaya alam tersebut. Belum semua sumber plasma nutfah yang ada di sekitar kita dapat dimanfaatkan. Dengan usaha penelitian yang lebih baik di masa depan akan diketahui sumber plasma nutfah bagi manusia yang dikembangkan pemanfaatannya. Khususnya pada beberapa sumberdaya alam yang kini sudah diketahui manfaatnya namun masih belum dapat diolah atau dibudidayakan.
Sampai saat
ini masyarakat memanfaatkan sumber daya alam dengan 3 cara menurut Biro
Perencanaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (2014) yaitu :
1.
Memanfaatkan secara langsung sumberdaya alam hayati
dari alam, sehingga kesinambungan ketersediaannya semata-mata diserahkan kepada
alam.
2.
Cara pemanfaatan seperti ini hanya berjalan baik bila
ada keseimbangan antara eksploitasi atau pengambilan dan kecepatan tumbuh untuk
memperbanyak diri atau berkembang biak. Namun jika sebaliknya, maka tentu saja
akan mengancam sumberdaya alam hayati.
3.
Memanfaatkan sumberdaya alam hayati dengan cara
mengolah atau membudidayakannya. Pada cara ini kesinambungan ketersediaannya
tidak hanya semata-mata tergantung pada alam akan tetapi ada usaha dari manusia
untuk menjaga dan memelihara kelestariannya.
Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa keanekaragaman hayati cenderung menurun atau rusak, bahkan beberapa jenis sumberdaya alam hayati sudah dinyatakan punah. Dalam skala internasional, kayu hitam dan burung Dodop dari Mauritius sudah punah dari muka bumi. Di Indonesia Burung Gelatik (Padda oryzovora) misalnya, merupakan fauna yang populasinya menurun. Sementara itu, Harimau Jawa dan Harimau Bali sudah dinyatakan punah. Penurunan dan perusakan diduga juga terjadi pada jenis flora dan fauna yang belum diketahui manfaatnya secara langsung bagi kehidupan manusia atau yang belum diteliti fungsinya dalam ekosistem.
Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa keanekaragaman hayati cenderung menurun atau rusak, bahkan beberapa jenis sumberdaya alam hayati sudah dinyatakan punah. Dalam skala internasional, kayu hitam dan burung Dodop dari Mauritius sudah punah dari muka bumi. Di Indonesia Burung Gelatik (Padda oryzovora) misalnya, merupakan fauna yang populasinya menurun. Sementara itu, Harimau Jawa dan Harimau Bali sudah dinyatakan punah. Penurunan dan perusakan diduga juga terjadi pada jenis flora dan fauna yang belum diketahui manfaatnya secara langsung bagi kehidupan manusia atau yang belum diteliti fungsinya dalam ekosistem.
Ekosistem
hutan mengandung atau memiliki keanekaragaman jenis dan genetika yang sangat
tinggi. Akan tetapi ekosistem hutan mendapat tekanan terus-menerus karena
pemanfaatan ekosistem dan jenisnya yang mengancam kelestarian dari
keanekaragaman hayati tersebut. Eksploitasi hutan melalui kegiatan
pertambangan, konversi hutan menjadi lahan transmigrasi, pertanian dan
perkebunan akan mengakibatkan berkurangnya plasma nutfah. Dengan demikian
diperlukan adanya upaya perlindungan untuk mempertahankan agar keaneka-ragaman
genetik tetap tinggi sehingga pemanfaatannya tetap menggunakan prinsip lestari.
(Anonim : 2014)
Perlindungan
terhadap keaneka-ragaman hayati dapat diwujudkan dengan mempertahankan serta
tidak merubah fungsi ekologi suatu kawasan yang menunjang habitasi flora dan
fauna. Usaha perlindungan yang dimaksud adalah perlindungan terhadap ekosistem
hutan beserta seluruh jenis dan genetiknya. Konsep terbaru strategi konservasi
sedunia bertujuan untuk memelihara proses ekologi yang esensial dan sistem
pendukung kehidupan, mempertahankan keanekaragaman genetik dan menjamin
pemanfaatan jenis serta ekosistem secara lestari.
Rehabilitasi dan Konservasi Sumber Daya Hutan
Rehabilitasi dan konservasi
sumber daya hutan menurut Departemen Kehutanan (2001) diantaranya adalah :
1.
Mendorong efektivitas pelaksanaan RHL pada areal seluas
5 juta Ha termasuk rehabilitasi hutan mangrove dan hutan pantai (60 % dalam
kawasan hutan, 40 % luar kawasan hutan).
2.
Pengelolaan
dan pemanfaatan kawasan konservasi di 200 unit KSA/KPA.
3.
Membentuk 20
unit model Taman Nasional dan dapat beroperasi.
4.
Penanggulangan kebakaran hutan.
5.
Mengupayakan berfungsinya 282 DAS prioritas secara
optimal, termasuk berfungsinya daerah tangkapan air dalam melindungi obyek
vital (al: waduk, pembangkit listrik tenaga air).
6.
Mendorong peningkatan pengelolaan jasa lingkungan
melalui pengelolaan hutan wisata.
Dalam
rangka menjaga kelestarian sumber daya hutan, upaya konservasi sumber daya alam
telah ditingkatkan. Usaha konservasi ini mencakup kegiatan konservasi di dalam
kawasan hutan dan di luar kawasan hutan. Termasuk di dalamnya pengembangan
taman nasional dan hutan lindung yang didukung oleh pengembangan dan pembinaan
wisata alam, pembinaan cinta alam dan monitoring 1iampak lingkungan,
perlindungan dan pengamanan hutan serta pengembangan sarana dan prasarana.
Sejalan
dengan usaha konservasi, upaya reboisasi dan rehabilitasi lahan juga
ditingkatkan. Tujuan upaya reboisasi dan rehabilitasi adalah untuk memulihkan,
mempertahankan dan meningkat-kan produktivitas sumber daya hutan, tanah dan
air. Kegiatan reboisasi dan rehabilitasi lahan dilaksanakan melalui pengembangan
HTI, pengendalian perladangan berpindah, peningkatan kegiatan konservasi tanah,
dan pengembangan hutan rakyat serta perhutanan sosial.
Tiga
kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas adalah kekhasan,
keterancaman, dan kegunaan. Beberapa pendekatan yang digunakan dengan
pendekatan jenis atau spesies menurut Departemen Kehutanan (2002) yakni pendekatan
komunitas dan ekosistem, pendekatan kawasan dan manusia. Penilaian kawasan
konservasi berdasarkan Pedoman Penetapan Kriteria Baku KKL yang dikeluarkan
Ditjen PHPA (1995) diantaranya adalah keterwakilan, keaslian dan kealamian,
keunikan, kelangkaan, laju kepunahan, keutuhan ekosistem, keutuhan sumberdaya,
luasan kawasan, keindahan alam , kenyamanan, kemudahan pencapaian nilai
sejarah, kehendak politik, aspirasi masyarakat. Kriteria umum penetapan kawasan
konservasi dalam memilih calon lokasi konservasi adalah dengan mempertimbangkan
Kriteria Ekologi, Kriteria Sosial, Kriteria Ekonomi, Kriteria Regional, dan
Kriteria Pragmatik. Fungsi penetapan kawasan konservasi sebagai perlindungan
sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
beserta ekosistemnya, pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistem. Faktor yang mendorong keberhasilan kegiatan rehabilitasi menurut
Departemen
Kehutanan (2001) adalah sebagai berikut :
1. Buruknya kondisi
biofisik dalam membudidayakan tanaman pada masa lalu, motivasi masyarakat yang
tinggi dan budaya “kerja keras” menjadi penyebab yang dominan berhasilnya
kegiatan rehabilitasi yang didukung oleh pemimpin formal maupun informal.
Intervensi pemerintah daerah yang proporsional dalam bentuk kerangka hukum
(peraturan daerah) dan sejalan dengan inisiatif lokal.
2. Seluruh pemangku
kepentingan sepakat untuk memprioritaskan kepentingan kelompok daripada
kepentingan individu, dan struktur organisasi tepat untuk menangani masalah
yang ada (struktur organisasi yang sederhana dengan pembagian peran dan
tanggung jawab yang jelas dan spesifik).
3. Terdapat dana
berkelanjutan untuk melaksanakan kegiatan yang dikirim oleh generasi muda yang
bekerja di kota besar.
4. Kebutuhan dan
budaya setempat diakomodasikan dalam kegiatan rehabilitasi, misalnya dengan
penentuan spesies dan teknik penanaman yang sesuai dengan keinginan masyarakat
setempat.
5. Penghasilan yang
tetap memberikan insentif untuk keberlanjutan kegiatan masyarakat setempat.
Pendekatan penetapan kawasan konservasi menurut
Departemen Kehutanan (2002) meliputi:
1. Pendekatan
admistratif dan hukumPendekatan fisik.
2. Pendekatan
ekologi, meliputi : keanekaragaman hayati, kondisi kealamian, keunikan dan
kelangkaan jenis, kerentanan kawasan, dan keterkaitan dengan kawasan lain.
3. Pendekatan
sosial budaya, meliputi; tingkat dukungan dan kepedulian masyarakat,
kepemilikan lahan, konflik kepentingan, kebudayaan, dan Keamanan.
4. Pendekatan
ekonomi, meliputi; spesies ekonomis penting, kepentingan perikanan, bentuk
ancaman terhadap sumberdaya perairan, kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
5. Pendekatan
kelembagaan, meliputi; keberadaan lembaga sosial, dukungan infrastruktur
sosial, dukungan pemerintah pusat dan atau daerah.
Kriteria
kelembagaan dalam pengelolaan kawasan konservasi menurut Zain (1996) diantaranya
adalah :
1. Kelembagaan
Tingkat Nasional
2. Kelembagaan
Tingkat Daerah
3. Kelembagaan
Tingkat Lokal
4. Bentuk
kelembagaan yang ditetapkan berdasarkan keputusan Kepala Daerah Tingkat II
dengan menunjuk badan pengelola yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah
Tingkat III.
5. Kawasan
konservasi lokal (yang dikelola oleh komunitas masyarakat lokal).
Jenis
Tujuan Pengelolaan Taman Nasional Perairan (TNP) Kawasan konservasi perairan
yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi, yang dimanfaatkan
untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang menunjang
perikanan yang berkelanjutan, wisata perairan, dan rekreasi. Suaka Alam
Perairan (SAP) Kawasan konservasi perairan dengan ciri khas tertentu untuk
tujuan perlindungan keanekaragaman jenis ikan dan ekosistemnya. Taman Wisata
Perairan (TWP) Kawasan konservasi perairan dengan tujuan untuk dimanfaatkan
bagi kepentingan wisata perairan dan rekreasi.
Suaka Perikanan (SP) Kawasan perairan tertentu, baik air tawar, payau, maupun laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat berlindung/berkembang biak jenis sumber daya ikan tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan. (Anonim, 2014)
Suaka Perikanan (SP) Kawasan perairan tertentu, baik air tawar, payau, maupun laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat berlindung/berkembang biak jenis sumber daya ikan tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan. (Anonim, 2014)
Program
Penyelamatan Hutan, Tanah, dan Air : tujuan program ini adalah untuk
meningkatkan kemampuan dalam memulihkan dan menjaga, serta meningkatkan
kelestarian sumber daya hutan terutama di kawasan lindung, sehingga fungsi
hutan sebagai penyangga sistem kehidupan meningkat dan lestari. Unsur sumber
daya hutan dalam kegiatan ini mencakup hutan lindung, Daerah Aliran Sungai
(DAS), suaka alam dan ekosistem khas lainnya, taman nasional, dan kawasan
konservasi lainnya. Kegiatan-kegiatan utama yang dilaksanakan, antara lain :
1. Memelihara
fungsi dan kemampuan sistem tata air yang dikem¬bangkan secara terpadu dengan
pengelolaan DAS.
2. Membina
dan mengembangkan taman nasional, taman buru, taman wisata, taman hutan raya, pengelolaan
hutan lindung.
3. Mengembangkan
kawasan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
4. Membina
dan mengembangkan pemanfaatan satwa.
5. Membina
dan mengembangkan daerah penyangga.
6. Membina
dan mengembangkan kawasan suaka alam.
7. Membina
dan mengem¬bangkan konservasi eksitu.
8. Meningkatkan
pelestarian keaneka¬ragaman hayati.
9. Melaksanakan
pengamanan hutan terpadu dengan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dan
instansi terkait dengan sumber daya hutan, secara terkoordinasi dengan aparat
keamanan setempat. (Zain, 1996)
Dari
segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan
masa yang akan datang. Konservasi dalam pengertian sekarang, sering
diterjemahkan sebagai the wise use of nature resource (pemanfaatan sumberdaya
alam secara bijaksana). Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi
tetap memperhatikan, manfaat yang dapat di peroleh pada saat itu dengan tetap
mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan, masa
depan.
Menurut
UU No. 4 Thn 1982, konservasi sumber daya alam adalah pengelolah sumber daya
alam yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan bagi sumber daya terbarui
menjamin kesinambungan untuk persediannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman. Di Indonesia, kegiatan
konservasi seharusnya dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah dan
masyarakat, mencakup masayarakat umum, swasta, lembaga swadaya masayarakat,
perguruan tinggi, serta pihak-pihak lainnya. Sedangkan strategi
konservasi nasional telah dirumuskan ke dalam tiga hal berikut taktik
pelaksanaannya, yaitu :
1. Perlindungan
sistem penyangga kehidupan (PSPK).
2. Pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
3. Pemanfaatan
secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
4. Konservasi
merupakan pengaturan pemanfaatan biosfer oleh manusia sehingga diperoleh hasil
yang berkelanjutan bagi generasi sekarang dengan menjaga potensi untuk
kebutuhan generasi mendatang. (Zain, 1997)
Banyak
metode dan alat yang tersedia dalam pengelolaan keanekaragaman hayati yang
secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Konservasi
Insitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi spesies, variasi genetik dan
habitat dalam ekosistem aslinya. Pendekatan insitu meliputi penetapan dan
pengelolaan kawasan lindung seperti: cagar alam, suaka margasatwa, taman
nasional, taman wisata alam, hutan lindung, sempadan sungai, kawasan plasma
nutfah dan kawasan bergambut. Dalam prakteknya, pendekatan insitu juga termasuk
pengelolaan satwa liar dan strategi perlindungan sumberdaya di luar kawasan
lindung. Di bidang kehutanan dan pertanian, pendekatan insitu juga digunakan
untuk melindungi keanekaragaman genetik tanaman di habitat aslinya serta
penetapan spesies dilindungi tanpa menspesifikasikan habitatnya.
Konservasi Eksitu menurut Biro Perencanaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (2014) meliputi metode dan alat untuk melindungi spesies tanaman, satwa liar dan organisme mikro serta varietas genetik di luar habitat/ekosistem aslinya. Kegiatan yang umum dilakukan antara lain penangkaran, penyimpanan atau pengklonan karena alasan: (1) habitat mengalami kerusakan akibat konversi; (2) materi tersebut dapat digunakan untuk penelitian, percobaan, pengembangan produk baru atau pendidikan lingkungan. Dalam metode tersebut termasuk: pembangunan kebun raya, koleksi mikologi, museum, bank biji, koleksi kultur jaringan dan kebun binatang. Mengingat bahwa organisme dikelola dalam lingkungan buatan, metode eksitu mengisolasi spesies dari proses-proses evolusi.
Konservasi Eksitu menurut Biro Perencanaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (2014) meliputi metode dan alat untuk melindungi spesies tanaman, satwa liar dan organisme mikro serta varietas genetik di luar habitat/ekosistem aslinya. Kegiatan yang umum dilakukan antara lain penangkaran, penyimpanan atau pengklonan karena alasan: (1) habitat mengalami kerusakan akibat konversi; (2) materi tersebut dapat digunakan untuk penelitian, percobaan, pengembangan produk baru atau pendidikan lingkungan. Dalam metode tersebut termasuk: pembangunan kebun raya, koleksi mikologi, museum, bank biji, koleksi kultur jaringan dan kebun binatang. Mengingat bahwa organisme dikelola dalam lingkungan buatan, metode eksitu mengisolasi spesies dari proses-proses evolusi.
Restorasi
dan Rehabilitasi, meliputi metode, baik insitu maupun eksitu, untuk membangun
kembali spesies, varietas genetik, komunitas, populasi, habitat dan
proses-proses ekologis. Restorasi ekologis biasanya melibatkan upaya
rekonstruksi ekosistem alami atau semi alami di daerah-daerah yang mengalami
degradasi, termasuk reintroduksi spesies asli, sedangkan rehabilitasi melibatkan
upaya untuk memperbaiki proses-proses ekosistem, misalnya Daerah Aliran Sungai,
tetapi tidak diikuti dengan pemulihan ekosistem dan keberadaan spesies asli.
Pengelolaan
Lansekap Terpadu, meliputi alat dan strategi di bidang kehutanan, perikanan,
pertanian, pengelolaan satwa liar dan pariwisata untuk menyatukan unsur
perlindungan, pemanfaatan lestari serta kriteria pemerataan dalam tujuan dan
praktek pengelolaan. Mengingat bahwa tataguna lahan tersebut mendominasi
keseluruhan bentuk lansekap, baik pedalaman maupun wilayah pesisir, reinvestasi
untuk pengelolaan keanekaragaman hayati memiliki peluang besar untuk dapat
diperoleh.
Formulasi
Kebijakan dan Kelembagaan, meliputi metode yang membatasi penggunaan sumberdaya
lahan melalui zonasi, pemberian insentif dan pajak untuk menekan praktek
penggunaan lahan yang secara potensial dapat merusak; mengaturan kepemilikan
lahan yang mendukung pengurusannya secara lestari; serta menetapkan kebijakan
pengaturan kepentingan swasta dan masyarakat yang menguntungkan bagi konservasi
keanekaragaman hayati. (Zain, 1996).
Biro Perencanaan Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia. 2014. Pengertian Konservasi. http://birocan.dephut.go.id/ikk/webrocan/index.php/informasi/berita/42-pengertian-konservasi. Diakses pada
tanggal 30 November 2014 Pukul 22.25 WIB.
Departemen
Kehutanan. 2001. Keputusan
Menteri Kehutanan No. 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan,
perubahan status dan fungsi kawasan hutan. Jakarta.
Departemen
Kehutanan. 2002. Peraturan
Pemerintah RI No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan,Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan.
Jakarta.
Zain, AS. 1996. Hukum lingkungan Konservasi Hutan.
Jakarta : Rineka Cipta.
Zain,
AS. 1997. Aspek Pembinaan
kawasan Hutan dan stratifikasi Hutan Rakyat. Jakarta : Rineka Cipta.
Anonim.
2014. Kebijakan, Strategi, Program dan Kegiatan. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/PUSLUH/Renstra_0509/Bab_VII.htm. Diakses pada
tanggal 30 November 2014 Pukul 22.34 WIB.